Waktu selalu egois, bergulir tanpa pernah menuntut kepastian siapa pun,
termasuk aku yang masih dalam skenario yang sama:
mencintaimu walau sekarang kamu bernar-benar berubah
dan tak lagi sekadar berpaling padaku
yang pernah kaurindukan habis-habisan,
sehingga kita sempat
menghalalkan segala cara untuk bertemu dan menuntaskan rindu yang ada.
Hari ini adalah puncak dari tahun yang telah mempertemukan aku denganmu,
ada banyak kenangan, kisah-kisah rumit,
derai air mata, tawa lepas,
dan kehilangan yang pada ujungnya terasa menyakitkan
bagi aku yang tak sedikitpun iklas dengan pergimu!
Di penghujung tahun ini,
aku yang telah lama berikhtiar akan menggenggam jemarimu,
dan kita berdua saja menghitung mundur menyambut tahun yang baru,
sembari melangitkan doa-doa yang sempat memenuhi hati kita
tentang cinta, peduli, perhatian, yang ada di antara aku dan kau.
Suatu harapan yang tak mungkin terjadi.
Sebab dirimu keburu pergi dan enggan berjuang bersamaku,
yang adalah tak lebih dari angin malam yang
bagimu patut kauhindari.
Hanya saja, aku tetap mencintaimu.
Tak pernah menyesal aku sempat bertemu denganmu,
gadis rambut ikal yang teramat istimewa,
penyuka puisi, pejuang antara yang benar dan salah,
dan wanita dengan sejuta ketulusan.
Semoga kelak, waktu yang arogan ini akan memberi kita kesempatan kedua,
tentunya kalau engkau berubah haluan dan mencintaiku lagi,
laiknya aku yang mencintaimu tanpa batas waktu dan terus-terus!
__________________________________________________________________________
Pagi terakhir di tahun ini menyapa aku yang tengah terlelap dalam mimpi-mimpi manis tentang dirimu yang pernah menghiasi angan-anganku akan hari tua nan bahagia. Tanpa permisi ia mengusik mata yang masih terasa berat dan memaksa jemari yang kakuh karena dinginnya malam untuk menulis satu kisah lagi tentang kamu yang sebetulnya tak lagi melihatku sebagai rumah layak huni. Entah mengapa, aku mengikutinya begitu saja.
termasuk aku yang masih dalam skenario yang sama:
mencintaimu walau sekarang kamu bernar-benar berubah
dan tak lagi sekadar berpaling padaku
yang pernah kaurindukan habis-habisan,
sehingga kita sempat
menghalalkan segala cara untuk bertemu dan menuntaskan rindu yang ada.
Hari ini adalah puncak dari tahun yang telah mempertemukan aku denganmu,
ada banyak kenangan, kisah-kisah rumit,
derai air mata, tawa lepas,
dan kehilangan yang pada ujungnya terasa menyakitkan
bagi aku yang tak sedikitpun iklas dengan pergimu!
Di penghujung tahun ini,
aku yang telah lama berikhtiar akan menggenggam jemarimu,
dan kita berdua saja menghitung mundur menyambut tahun yang baru,
sembari melangitkan doa-doa yang sempat memenuhi hati kita
tentang cinta, peduli, perhatian, yang ada di antara aku dan kau.
Suatu harapan yang tak mungkin terjadi.
Sebab dirimu keburu pergi dan enggan berjuang bersamaku,
yang adalah tak lebih dari angin malam yang
bagimu patut kauhindari.
Hanya saja, aku tetap mencintaimu.
Tak pernah menyesal aku sempat bertemu denganmu,
gadis rambut ikal yang teramat istimewa,
penyuka puisi, pejuang antara yang benar dan salah,
dan wanita dengan sejuta ketulusan.
Semoga kelak, waktu yang arogan ini akan memberi kita kesempatan kedua,
tentunya kalau engkau berubah haluan dan mencintaiku lagi,
laiknya aku yang mencintaimu tanpa batas waktu dan terus-terus!
__________________________________________________________________________
Pagi terakhir di tahun ini menyapa aku yang tengah terlelap dalam mimpi-mimpi manis tentang dirimu yang pernah menghiasi angan-anganku akan hari tua nan bahagia. Tanpa permisi ia mengusik mata yang masih terasa berat dan memaksa jemari yang kakuh karena dinginnya malam untuk menulis satu kisah lagi tentang kamu yang sebetulnya tak lagi melihatku sebagai rumah layak huni. Entah mengapa, aku mengikutinya begitu saja.
Seakan-akan diri ini tak berdaya di hadapan semesta yang menempatkanku sebagai lelaki yang hanya bisa mencintaimu dari jauh dalam surat-surat bermajas tak berarti yang dapat kau campakkan tanpa perlu menelusuri isinya. Aku dipaksa menulis kisah terakhir di penghujung tahun, hari ke tiga puluh satu di Desember, meski dirimu kucintai tanpa akhir. Selalu aku mencintaimu!
****
Lima bulan yang lalu, saat dirimu bersandar lembut pada lenganku, aku bersaksi bahwa cinta selalu sederhana. Saat kita saling mencintai dan menghendaki untuk berada bersama sebagai sepasang kekasih, ketika itulah cinta tumbuh dan mekar. Sesederhana itu. Ia tumbuh, mengalir, begitu saja. Ibaratnya, cinta adalah perasaan yang muncul seenaknya dalam lubuk hati tatkala kita beradu tatap dalam hangatnya malam sembari menatap ribuan cahaya lampu dari kota seberang. Kisah cinta tidak pernah punya skenario. Ia tidak terencana tetapi selalu mencengankan. Ia mandiri, tanpa paksaan dari apapun, tapi tidak pernah sendiri. Cinta melibatkan dua hati yang mau berjuang mati-matian untuk bersama. Ia bukan tentang aku yang mencintaimu sepihak, juga bukan tentang kamu yang berjuang sendirian. Cinta adalah tentang kita.
Tetapi bersamaan dengan sang waktu yang bergulir begitu cepat, lukisan akan cinta yang sesederhana itu telah berubah menjadi rumit dan menyakitkan. Kamu memutuskan untuk pergi ketika kita dihadapkan dengan tantangan yang menyudutkanmu. Hingga yang bertahan adalah aku yang tak pernah menyangkal diri bahwa aku mencintaimu sedalam goresan sajak para musafir tentang Tuhan yang mereka cari dengan kerinduan menakjubkan.
****
Lima bulan yang lalu, saat dirimu bersandar lembut pada lenganku, aku bersaksi bahwa cinta selalu sederhana. Saat kita saling mencintai dan menghendaki untuk berada bersama sebagai sepasang kekasih, ketika itulah cinta tumbuh dan mekar. Sesederhana itu. Ia tumbuh, mengalir, begitu saja. Ibaratnya, cinta adalah perasaan yang muncul seenaknya dalam lubuk hati tatkala kita beradu tatap dalam hangatnya malam sembari menatap ribuan cahaya lampu dari kota seberang. Kisah cinta tidak pernah punya skenario. Ia tidak terencana tetapi selalu mencengankan. Ia mandiri, tanpa paksaan dari apapun, tapi tidak pernah sendiri. Cinta melibatkan dua hati yang mau berjuang mati-matian untuk bersama. Ia bukan tentang aku yang mencintaimu sepihak, juga bukan tentang kamu yang berjuang sendirian. Cinta adalah tentang kita.
Tetapi bersamaan dengan sang waktu yang bergulir begitu cepat, lukisan akan cinta yang sesederhana itu telah berubah menjadi rumit dan menyakitkan. Kamu memutuskan untuk pergi ketika kita dihadapkan dengan tantangan yang menyudutkanmu. Hingga yang bertahan adalah aku yang tak pernah menyangkal diri bahwa aku mencintaimu sedalam goresan sajak para musafir tentang Tuhan yang mereka cari dengan kerinduan menakjubkan.
Cinta kita tidak lagi antara aku dan kamu. Yang tersisa hanyalah aku yang mencintaimu dengan penuh ketulusan dan kepolosan walau sesering arah angin yang berubah, aku kau abaikan. Menghilangnya dirimu, tanpa alasan yang mampu membuatku iklas, membuatku menjadi lelaki paling malang di bumi yang penuh dengan kegaduhan ini. Lelaki yang menghabiskan sisa hidupnya dengan kretek dan abunya yang mengotori lantai kamar, kopi secangkir tanpa gula, dan ribuan sajak yang dihempaskan dalam keputusasaan kepada semesta yang memilih memihakmu. Aku menjadi kehilangan diriku karena kamu!
Setelah pergimu, aku berusaha untuk tidak mencintaimu lagi. Membuang semua foto dirimu. Membungkam catatan harian yang pernah kutulis tentang bahagianya aku bersamamu dan menggantinya dengan cerita tentang hati yang patah pun harapan akan kekasih lain yang lebih mencintaiku dengan sungguh ketimbang pura-pura sepertimu.
Setelah pergimu, aku berusaha untuk tidak mencintaimu lagi. Membuang semua foto dirimu. Membungkam catatan harian yang pernah kutulis tentang bahagianya aku bersamamu dan menggantinya dengan cerita tentang hati yang patah pun harapan akan kekasih lain yang lebih mencintaiku dengan sungguh ketimbang pura-pura sepertimu.
Maaf, aku menyebutmu pura-pura sebab dirimu sedemikian berubahnya hingga aku tidak tahu yang asli dirimu adalah yang mana? Yang mencintaiku apa adanya dan berjuang untuk berada bersama hingga memangkas jarak atau yang mengabaikanku begitu saja dan mendadak menjadi sulit ditemui? Menulis sajak-sajak pelampias rindu dan menggemakan kidung puisi pengais rasamu agar diri tak terpenjara kesepian pun perasaan bersalah mengapa pernah menyakitimu dengan jalan yang kupilih. Tetapi, semuanya tanpa hasil. Sia-sia belaka. Dalamnya rasa padamu masih meraja di hati yang telah kau lukai dengan pergimu. Apa boleh buat, yang tumbuh setia adalah aku yang mengira kau tulus; aku yang berangan bahwa dirimu mau berjuang bersamaku. Aku mencintaimu dalam kesendirian, tanpa persetujuanmu!
Mencintaimu tak ada ruginya. Aku akan terus melakukannya walau kau tak sedikitpun peduli.
***
Apa kabarmu hari ini? Semoga di pagi yang tiba-tiba berbeda dengan yang sebelumya kamu baik-baik saja. Aku tak lagi memaksamu untuk mencintaiku. Semoga tahun yang telah mempertemukan kita ini segera lenyap dari ingatan, dan tahun yang baru menjadi awalmu untuk bahagia dengan dia yang kau pilih setelah aku.
Mencintaimu tak ada ruginya. Aku akan terus melakukannya walau kau tak sedikitpun peduli.
***
Apa kabarmu hari ini? Semoga di pagi yang tiba-tiba berbeda dengan yang sebelumya kamu baik-baik saja. Aku tak lagi memaksamu untuk mencintaiku. Semoga tahun yang telah mempertemukan kita ini segera lenyap dari ingatan, dan tahun yang baru menjadi awalmu untuk bahagia dengan dia yang kau pilih setelah aku.
Aku yakin dia orang yang tepat buatmu. Aku hanyalah debu yang sempat menempel pada kakimu dan layak kau acuhkan. Hanya saja, bersama semesta yang lebih merestui dirimu dengannya, aku berharap agar tak ada hati lain yang terluka karenamu. Di tahun yang baru aku belum berharap bisa meniadakanmu dari memoriku. Kilas balik tentangmu masih menarikku. Dan sebelum aku pamit dari kota kediamanmu, akan kukunjungi tempat kita pernah bersua. Bukan untuk apa-apa! Sekadar bernostalgia tentang bahagia yang berujung luka, air mata, dan pengkhianatan!
Di penghujung tahun ini, semua drama, sandiwara,
kenyataan, semu, bahagia, kehiangan, luka dan damai,
hendaknya menjadi pelajaran berharga
yang dapat menuntun kita bertarung bersama waktu,
demi hidup yang layak dikatakan berwarna!
Di penghujung tahun ini, semua drama, sandiwara,
kenyataan, semu, bahagia, kehiangan, luka dan damai,
hendaknya menjadi pelajaran berharga
yang dapat menuntun kita bertarung bersama waktu,
demi hidup yang layak dikatakan berwarna!
No comments:
Post a Comment