
Penulis: Adrian Naja
Pengantar
Inspirasiindo.my.id-Pada hari Sabtu, 02 Maret 2024, SMAK St Peregrinus Laziosi Watumingan dikunjungi oleh beberapa mahasiswa STIPAS Ruteng dan seorang dosen STIPAS Ruteng. Kunjungan ini bukan hanya sekedar lawatan sederhana tapi justru membawa paradigma baru bagi segenap siswa/siswi dan juga guru SMAK St Peregrinus Laziosi Watumingan. Mereka mengadakan seminar tentang moderasi beragama, anak muda dan bonus demografi.
Tema ini bukan tema biasa, tetapi tema besar dan sangat kompleks. Mereka menggugat tema ini berangkat dari fenomena kehidupan agama saat ini. Narasumber yang membahas tema ini juga sangat profesional. Mereka pandai merangkai kata, menjahit pemikiran kritis, dan cerdas dalam memilih busana kalimat yang lugas dan rasional.
Mereka membahas tema ini dengan penuh antusias dan sukacita. Kata-kata yang mereka gunakan sederhana namun filosofis. Semua audiens yang hadir dalam seminar ini pun merasa nyaman dan tenang.
Dalam materi yang mereka elaborasi, mereka menjelaskan tentang fenomena agama. Mereka pun mengangkat konflik antar agama sebagai data komprehensif dan bahan mentah yang nantinya dijadikan sebagai fokus pembahasan mereka. Kalimat demi kalimat, mereka menjelajahi tubuh persoalan hegemoni agama yang semakin marak terjadi di Indonesia ini. Mereka menggali dari satu ide ke spektrum yang lain. Tapi mereka tetap konsisten dengan fokus pembahasan mereka.
Oleh karena itu, mahasiswa STIPAS Ruteng memiliki peran yang krusial dalam menerapkan moderasi beragama. Mereka adalah agen perubahan (agent of change) di lingkungan akademik mereka dan lingkungan sosial masyarakat Manggarai.
Pembahasan
Akhir-akhir ini agama tidak lagi menunjukkan roh kesuciannya. Agama tampil dengan wajah beringas, brutal dan bengis. Inilah representasi agama yang kerap menonjol dalam ruang publik. Agama dengan segala otoritasnya menjadi lembaga otoriter.
Konflik antar agama tidak bisa dielakkan lagi. Hampir setiap tahun, konflik antar agama meningkat dan bahkan kasus tersebut membengkak di berbagai daerah di Indonesia. Konflik ini bukan masalah biasa, melainkan masalah besar yang membutuhkan solusi. Karena itu, paradigma mahasiswa STIPAS Ruteng yang secara kritis mengupas tuntas kasus ini dan dengan ide-ide cemerlang mereka dapat disorotkan.
Menurut mahasiswa STIPAS Ruteng, moderasi beragama merupakan pendekatan yang penting dalam menghadapi keragaman agama di masyarakat. Moderasi beragama merupakan suatu konsep yang memperjuangkan sikap tengah dalam menjalankan ajaran agama, menghindari ekstremisme, serta mendorong dialog dan toleransi antar agama. Di tengah gejolak dan konflik yang terjadi di sejumlah tempat di Indonesia akibat perbedaan keyakinan, moderasi beragama menjadi semakin relevan dan sebagai jalan untuk mencapai perdamaian dan harmoni.
Moderasi beragama mencerminkan semangat untuk menemukan titik temu antara tradisi dan modernitas, antara kekhusyukan spiritual dan tuntutan rasionalitas. Ini melibatkan pemahaman yang lebih dalam terhadap ajaran agama, bukan sekadar mengikuti dogma tanpa refleksi.
Moderasi beragama, dalam konteks sosial dan filosofis, merupakan suatu pendekatan yang esensial dalam mengelola keragaman keyakinan dalam masyarakat. Konsep ini melibatkan penemuan keseimbangan yang tepat antara kebebasan beragama individu dengan kepentingan bersama dalam menjaga kedamaian dan harmoni sosial. Paradigma moderasi beragama membuka ruang untuk eksplorasi pemikiran kritis terhadap doktrin-doktrin keagamaan yang seringkali menjadi sumber ketegangan dan konflik.
Paradigma mahasiswa STIPAS Ruteng dalam konteks ini dapat menjadi landasan bagi pembentukan sikap toleransi, dialog antar agama, dan penolakan terhadap ekstremisme agama. Dengan memperkuat pemahaman akan nilai-nilai keberagaman dan menghormati perbedaan keyakinan, mahasiswa STIPAS Ruteng dapat menjadi pemimpin yang mempromosikan perdamaian dan harmoni di tengah masyarakat.
Mahasiswa STIPAS Ruteng, sebagai kaum muda yang berpendidikan, memiliki peran yang sangat signifikan dalam mewujudkan dan mengimplementasikan moderasi beragama. Dalam kerangka ilmiah, peran mereka dapat dipandang sebagai katalisator untuk transformasi sosial yang lebih inklusif dan adil. Mereka merupakan generasi yang akan membawa perubahan di masa depan, baik dalam konteks akademik maupun sosial. Mereka merancang paradigma kontekstual dan dilandasi oleh pemahaman mendalam akan esensi moderasi beragama, dengan menekankan bahwa moderasi beragama tidak sekadar sebagai konsep, tetapi juga sebagai praktek dalam kehidupan sehari-hari.
Mahasiswa STIPAS Ruteng dapat menjadi pelopor dalam memperjuangkan pemahaman agama yang inklusif dan adaptif terhadap perkembangan zaman, tanpa kehilangan nilai-nilai fundamental yang menjadi landasan ajaran agama tersebut.
Dalam konteks anak muda, moderasi beragama memegang peran penting dalam membentuk identitas sosial anak muda, terutama dalam konteks bonus demografi di mana populasi anak muda menjadi mayoritas dalam suatu negara. Sebagai kelompok yang paling terpengaruh oleh perubahan sosial dan teknologi, anak muda memiliki potensi besar untuk memperkuat atau melemahkan moderasi beragama dalam masyarakat.
Pentingnya moderasi beragama dalam konteks bonus demografi terletak pada kemampuannya untuk memfasilitasi integrasi sosial, mengurangi ketegangan antar agama, dan mendorong kerja sama lintas agama dalam membangun masyarakat yang inklusif. Anak muda, sebagai agen perubahan yang dinamis, dapat memainkan peran kunci dalam mempromosikan moderasi beragama dengan mengedepankan sikap inklusif, dialog, dan toleransi.
Namun, tantangan yang dihadapi anak muda dalam mewujudkan moderasi beragama tidaklah sedikit. Tekanan dari lingkungan sekitar, media sosial, dan kelompok-kelompok ekstremisme agama dapat menjadi penghalang bagi upaya mereka untuk menjaga sikap moderat. Oleh karena itu, pendidikan yang mempromosikan pemahaman mendalam tentang nilai-nilai moderasi beragama dan keterampilan dalam membangun hubungan antar agama sangatlah penting.
Karena itu, SMAK St Peregrinus Laziosi Watumingan merupakan suatu lembaga pendidikan keagamaan (Katolik) yang berperan penting dalam pembangunan nilai-nilai moral dan etika komunitarian anak muda. SMAK St Peregrinus Laziosi Watumingan memiliki potensi yang tinggi untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa. Dengan menanamkan nilai-nilai keagamaan, pemahaman yang inklusif dan moderat tentang agama. Sehingga dalam praktiknya, siswa siswi SMAK St Peregrinus Laziosi Watumingan mempresentasikan secara serius nilai-nilai yang sudah diajarkan di lembaga pendidikan SMAK St Peregrinus Laziosi Watumingan.
SMAK St. Peregrinus, sebagai lembaga pendidikan Katolik yang menerapkan nilai-nilai keagamaan dan moral, memiliki peran krusial dalam membentuk karakter dan sikap siswa terhadap moderasi beragama. Melalui kurikulum yang inklusif dan program-program ekstrakurikuler yang mendukung dialog antar agama, sekolah ini dapat memperkuat pemahaman siswa tentang pentingnya menghormati perbedaan keyakinan dan menjaga perdamaian.
Siswa-siswa SMAK St. Peregrinus memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan dalam menerapkan moderasi beragama dalam konteks bonus demografi. Sebagai generasi muda yang terdidik dan berpengaruh, mereka memiliki kesempatan untuk memperkuat sikap toleransi, dialog antar agama, dan kerja sama lintas agama di tengah masyarakat.
Namun, siswa-siswa SMAK St. Peregrinus juga dihadapkan pada tantangan yang kompleks dalam mewujudkan moderasi beragama. Tekanan dan pengaruh dari lingkungan sekitar dan pengaruh media sosial dapat mempengaruhi persepsi dan sikap siswa terhadap agama dan keyakinan lainnya.
Oleh karena itu, pendekatan pendidikan yang holistik dan mendalam tentang moderasi beragama sangatlah penting dalam membekali siswa dengan pemahaman yang kuat dan keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan tersebut.
Dengan mengintegrasikan nilai-nilai moderasi beragama ke dalam setiap aspek kehidupan sekolah, seperti kurikulum, kegiatan sosial, dan pengembangan kepemimpinan, SMAK St. Peregrinus dapat mempersiapkan siswa-siswanya untuk menjadi pemimpin yang mempromosikan perdamaian dan harmoni di tengah masyarakat yang semakin kompleks dan beragam.
Dengan demikian, keterlibatan siswa-siswa SMAK St. Peregrinus dalam mempromosikan moderasi beragama tidak hanya menjadi tanggung jawab individu atau sekolah, tetapi juga merupakan bagian dari tanggung jawab bersama untuk menciptakan masyarakat yang inklusif, adil, dan damai.
Penutup
Kesimpulannya, moderasi beragama merupakan prinsip yang esensial dalam membangun masyarakat yang harmonis dan inklusif, terutama dalam konteks bonus demografi di mana peran anak muda sangat penting.
Dengan memberikan dukungan yang tepat dan memfasilitasi ruang bagi keterlibatan anak muda terutama siswa-siswi SMAK St Peregrinus Laziosi, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih cerah, di mana perdamaian dan toleransi antar agama menjadi norma yang dijunjung tinggi.
Dengan demikian, moderasi beragama bukan hanya menjadi tanggung jawab individu atau kelompok tertentu, tetapi juga merupakan tanggung jawab bersama untuk menciptakan masyarakat yang inklusif, berdasarkan pada prinsip-prinsip saling menghormati, saling memahami, dan saling mendukung.
Mahasiswa STIPAS Ruteng dan siswa-siswi SMAK St Peregrinus Laziosi Watumingan memiliki peran yang sangat penting dalam memperjuangkan agenda ini, sebagai agen perubahan yang membawa harapan untuk masa depan yang lebih baik.
No comments:
Post a Comment