Iklan

Kisah Petualangan Menembus Batas Kota

Redaksi
Wednesday, 10 April 2024 | April 10, 2024 WIB Last Updated 2024-04-10T17:35:11Z

 

Kisah Petualangan Menembus Batas Kota

Oleh: Fr. Hery Gole,OSM

Inspirasiindo.com. Cerita ini mengisahkan petualangan ketiga belas pemuda yang ingin melanjutkan studi di salah satu kampus filsafat di Indonesia. Mereka adalah orang desa yang belum berpengalaman keluar kota, karena sejak kecil hingga tamat SMA selalu tinggal bersama orang tuanya di kampung. Pada suatu hari sebelum ujian akhir sekolah, mereka berkumpul dan berdiskusi tentang cita-cita mereka, ternyata mereka semua ingin melanjutkan pendidikan di salah satu kampus yang menawarkan gelar sarjana Filsafat.

Beberapa bulan kemudian, akhirnya mereka menyelesaikan ujian akhir sekolah juga lalu mereka mulai mencari informasi tentang kampus yang menawarkan pendidikan filsafat itu, seminggu kemudian salah satu dari ke tiga belas anak desa itu mendapatkan informasi lalu dia segera menginfokan kepada teman-teman yang lain untuk segera mendaftarkan dan melengkapkan segala persyaratan apa saja agar bisa mendaftarkan di kampus itu segera mungkin.

Seiring berjalannya waktu, tibalah mereka untuk meninggalkan keluarga dan kampung halamannya, keluarga mereka sangat bangga dengan keputusan anaknya yang ingin melanjutkan pendidikan ke yang tinggi, keluarganya selalu berharap kepada anak-anaknya agar bisa menyelesaikan pendidikan dengan baik dan mendapat gelar S. Fil. Dari ketiga belas anak tersebut semua belum pernah merasakan keindahaan dan suasana hidup di kota itu seperti apa, apalagi harus menyebrangi laut yang luas dengan kapal.

Sesampainya mereka di sebuah pelabuhan ada beberapa dari mereka mulai merasa takut ,cemas bahkan gelisah karna baru pertama kalinya melihat kapal penumpang, lalu para petugas kapal menyuruh semua penumpang untuk msuk ke dalam kapal tersebut, dan kemudian semua penumpang mengantri lalu sambil berjalan menaiki tangga kapal itu, lalu tibalah saatnya ketiga belas anak desa itu untuk menaiki tangga kapal langkah demi langkah dan akhirnya mereka semua pun tiba dalam kapal tersebut ,di dalam kapal mereka sangat panik karna perjalanan ke tempat tujuan mereka menempuh waktu 24 jam.

Saat kapal mulai mau berlayar tanpa sadar mereka menatap keluar sambil menangis karena terharuh, merindukan keluarganya di kmpung halaman, dalam hati mereka selalu berharap suatu hari nanti mereka bisa berkumpul lagi bersama keluarga tercinta di kampung. Di dalam kapal, mereka meluangkan waktu bercerita bersama teman-teman sedangkan yang lain mereka juga tidak lupa berdoa agar mereka selamat sampai tujuan.

Keesokan harinya, mereka tiba di sebuah pelabuhan yang luas dan ramai. Banyak orang berkumpul di pelabuhan tersebut, terutama para sopir angkot dan calo. Hati mereka kembali panik dan cemas karena ini adalah pertama kalinya mereka berada di kota. Setelah kapal bersandar di pelabuhan, mereka segera keluar dari kapal. Mereka melihat situasi yang sangat ramai dan ini adalah tempat yang baru bagi mereka.

Setelah keluar dari kapal laut, mereka perlahan-lahan berjalan menuju sebuah warung untuk membeli makanan dan minuman. Tiga belas anak desa ini akhirnya bingung tentang siapa yang akan menjemput mereka dan mobil apa yang akan mereka naiki untuk pergi ke tujuan mereka. Akhirnya salah satu dari mereka mengatakan bahwa mereka harus pergi ke sebuah terminal kota yang ada di sana dan berjalan kaki sepanjang beberapa kilometer.

Di antara mereka, ada yang merasa cemas, emosional, dan marah dengan keputusan teman mereka. Tanpa berpikir panjang, setelah makan, mereka mulai berjalan melewati berbagai jalur umum yang penuh dengan kendaraan. Masing-masing dari mereka membawa barang bawaan seperti koper, tas, kotak, dan kantong kue kompiang.

Selama perjalanan mereka, banyak orang yang melihat mereka dan merasa heran karena mereka bergerombolan berjalan kaki di trotoar. Orang-orang merasa aneh dan bingung. Ketika mereka sampai di jalan tol, mereka bingung karena ada banyak kendaraan yang melintas. Mereka terpaksa berdiam diri sambil menyaksikan banyak kendaraan yang lewat. Mereka panik dan takut untuk menyeberang. Dengan penuh keberanian, salah satu dari mereka memberikan kode kepada para pengemudi agar memberi mereka kesempatan untuk menyeberang.

Mereka merasa lelah dan haus, akhirnya mereka mencari tempat teduh. Di antara mereka mulai saling menyalahkan teman mereka yang bertanggung jawab mencari bus menuju kota tujuan. Beberapa menit kemudian, mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju sebuah pertamina. Energi mereka semakin terkuras, dan mereka memilih untuk beristirahat di pertamina tersebut. Minuman dan kue kompiang mereka hampir habis, dan mereka terpaksa menahan rasa lapar.

Mereka bergulat di Pertamina tersebut selama tiga jam sambil menunggu jemputan, dan mereka kembali mengisahkan perjalanan mereka. Mereka mengatakan bahwa ini adalah sebuah peristiwa penting dalam sejarah hidupmereka. Pengalaman ini menjadi pengalaman berharga dan bermakna yang tidak dapat terulang. Mereka merasa harus bersyukur atas pengalaman ini. Sambil bergurau di antara mereka, akhirnya jemputan datang. Mereka sangat senang ketika melihat sebuah bus besar datang mendekati mereka.

Setelah mereka naik ke dalam bus, mereka merasa terkesan dan merasakan hal-hal baru. Karena bus kota berbeda dengan mobil di kampung mereka. Bus tersebut dilengkapi dengan AC, TV, dan bahkan menyediakan bantal dan selimut. Setiap dari mereka takut untuk menyentuh semua barang-barang yang ada di dalam bus, termasuk kotak roti dan air minum yang sebenarnya disediakan khusus untuk penumpang. Semua barang tersebut dikemas dan disimpan dengan rapi tanpa mereka mengambilnya. Selama perjalanan selama 12 jam, mereka berada di dalam bus karena jarak dari pelabuhan ke kota tujuan sangat jauh.

Perjalanan tiga belas anak desa ini penuh dengan tantangan, termasuk kelaparan dan kehausan. Sepanjang malam, mereka tetap bersama di dalam bus sambil bercanda dan tertawa. Keesokan harinya, akhirnya mereka tiba di kota tujuan mereka. Mereka semua bingung tentang siapa yang akan menjemput mereka. Beberapa menit kemudian, mereka menerima telepon dari salah satu teman mereka yang sedang kuliah di kampus yang sama, dan akhirnya tiga belas anak desa ini tinggal bersama teman mereka tersebut.

Empat tahun lamanya mereka bergulat dengan studi di kampus itu, mereka berkomitmen agar terus belajar dan memanfaatkan waktu dengan baik tanpa mengikuti gaya hidup teman mereka. Beberapa bulan kemudian, sebelum mengikuti ujian akhir semester ketiga belas anak itu kembali berkumpul di sebuah rumah untuk mengadakan studi kelompok dan mereka setiap sore mereka mulai berdiskusi tentang materi yang mereka pelajari. Saat mengerjakan ujian menjadi mudah karena telah dibekali dan telah mempersiapkan selama belajar kelompok.

Setelah ujian semester berakhir, hati mereka sangat senang dan bahagia atas perjuangan selama empat tahun. Perjuangan empat tahun bukan hal yang mudah tetapi membutuhkan sebuah proses yang panjang agar bisa mewujudkan impiannya. Mereka sangat gembira dengan kebersamaan dan perjuangannya selama ini, meskipun anak desa tetapi bisa menembus batas kota untuk meraih mimpi, beberapa bulan kemudian, mereka menerima hasil ujiaannya dan ternyata hasilnya sangat memuaskan. Tiga belas anak desa bisa menyelesaikan studinya dengan baik yang dibuktikan dengan selembar kertas tanda lulus atau ijasah dan dalam ijasah tersebut, setiap nama-nama mereka diberikan gelarSarjana Filsafat (S. Fil).

Inilah cerita tiga belas anak desa yang berjuang untuk melanjutkan pendidikan mereka demi meraih masa depan yang lebih baik. Meskipun mereka menghadapi banyak halangan, mereka tetap berjuang untuk mencapai tujuan mereka. Tantangan dan hambatan menjadi pelajaran berharga di dalam hidup, dan itu semua menjadi bumbu dalam menelusuri lorong kehidupan seperti yang dialami oleh tiga belas anak desa yang telah menembus batas kota.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Kisah Petualangan Menembus Batas Kota

No comments:

Post a Comment

Trending Now

Iklan