InspirasiINDO.com. Kata panggilan tidak asing bagi kuping
umat kristiani. Panggilan dipahamni sebagai anugerah Allah bagi mereka yang
dianugerahi rahmat panggilan khusus (biarawan, biarawati, rohaniwan). Seseorang
dipanggil untuk suatu tujuan atau misi pewartaan kerajaan Allah di tengah
dunia. Dalam mengemban tugas perutusan tidak jarang seorang utusan mengalami
keraguan, ketakutan, kecemasan lebih-lebih ketika diketahui tempat misinya
adalah daerah rawan konflik atau tempat-tempat terpencil. Orang lalu
merasa meragukan dirinya dalam menjalankan misi tersebut. Tentu disadari bahwa
keraguan itu dialami semua orang. Akan tetapi adalah keliru ketika keraguan,
kekhawatiran menjadi alasan untuk menjadi alasan menolak tawaran pelaksanaan
mewartakan kebenaran Allah bagi dunia. Manusia kerap kali meragukan segala
sesuatu yang ada di semesta ini. Dalam dunia filsafat ragu ragu adalah salah
satu tema yang amat penting. Karenanya ragu-ragu merupakan bagian dari kehidupan
sehari-hari.
Dunia saat ini sedang memasuki era baru. Era yang sering sebut sebagai era
digital. Dimana kemajuan teknologi komunikasi dan internet merambat hingga ke
pelosok-pelosok negeri. Hampir semua orang merasakan dan mengalami dampak
kemajuan tersebut. Bukan sesuatu yang aneh saat ini ketika melihat anak yang
masih mengenyam Sekolah Dasar sudah bisa mengoperasi gadget, computer (bahkan
sudah mulai eksis di media sosial seperti facebook). Persoalan muncul dalam
beraneka rupa, bisa dalam rupa kemajuan teknologi, dalam rupa situasi yang
menantang, dan seterusnya.
Santo Filipus Benizi adalah orang kudus dari Ordo Hamba-hamba Maria OSM.
Sejarah panggilan dan perutusannya menunjukkan segala kemungkinan, keraguan
yang hanya dapat diatasi dalam rahmat dan pertolohan Tuhan. Tuhan yang
memanggil, Tuhan pulalah yang memampukan dalam karya dan perutusan, itulah yang
membuat Filipus Benizi tetap optimis dalam menjalankan tugasnya. Motivasi awal
masuk biara adalah ingin menjadi bruder OSM. Tapi keinginannya untuk menjadi
seorang biarawan berawal ketika ia merasa tersapa oleh Tuhan saat dia mengikuti
perayaan Ekaristi di gereja paroki tempat pelayanan para pastor OSM. Dalam Ordo
Filipus adalah orang memiliki pengaruh dan bukan hanya untuk Ordo tetapi juga
untuk Gereja umumnya. Ia memiliki kepribadian yang rendah hati dan menaruh
keppedulian terhadap orang- orang miskin dan menyuarakan perdamaian.
Dalam tulisan ini saya akan mengurai mengenai tugas perutusan dalam konteks
panggilan dengan belajar dari salah seorang santo dari OSM, yakni Filipus
Benizi. Tulisan ini digarap dengan menggunakan metode historis kritis atas
sepakterjang panggilan dan perutusan Santo Filipus Benizi, serta relevansinya
bagi kaum hidup bakti di Indonesia saat ini.
Panggilan dan Karya Filipus Benizi
Sebelum melihat lebih jauh mengenai karya dalam tugas perutusan Filipus,
terlebi dahulu mengetahui riwayak hidupnya. Filipus benizi lahir di Florense
pada awal abad ke-13 tahun 1233, hampir bersamaan dengan berdirinya Ordo
hamba-hamba Maria. Ia masuk Ordo Hamba-hamba Maria sebagai bruder, namun berkat
doktrinya ia pun ditahbiskan menjadi imam. Pada tahun 1627 ia dipilih menjadi
prior jendral dan tetap mengemban tugas ini hingga akhir hayatnya. Ia memimpin
ordo dengan kebijaksanaan yang luar biasa, menguatkannya dengan aturan-aturan
yang bijak, mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan penuh keuletan
dan ia dikenal dengan kekudusannya. Ia menerima sejumlah besar saudara yang
juga memiliki komitmen serius dalam hidup membiara: bagi para biarawan yang
hidup pada masanya, Filipus adalah guru dan model hidup yang seturut injili dan
pelayanan kepada bunda Maria. Oleh karena itu ia dianggap sebagai “Bapa Ordo”.
Ia meninggal pada tahun 1285 di Todi, tempat kerangkanya masih dihormati sampai
hari ini. Filipis Benisi dikanonisasi oleh Paus Klemens X pada tahun 1671.
Sejarah Panggilan Filipus Benizi
Pada tahun 1254 Filipus pergi ke Biara Santa Maria Cafaggio, dan
memohonkan untuk ikut bergabung dalam Ordo kepada prior Biara. Prior biara pada
waktu itu ialah salah seorang dari ketujuh Bapa Pendiri OSM yakni Bonfilio.
Bonfilio menerima Filipus dengan sukacita. Filipus lalu menerima jubah biarawan
OSM dan memeluk perisai kerendahan hati dan ketaatan luar biasa, yang
dipakainya untuk mengalahkan godaan si jahat. Allah berkenan mengarahkan
pandangan kepadanya dan memperlihatkan kebijaksanaan sebagai biarawan, dan
hidupnya seutuhnya untuk Ordo. Sekali peristiwa demi ketaatan, ia diutus untuk
pergi ke Siena dengan seorang saudara yang bernama Frater Viktor. Di tengah
perjalanan, mereka berjumpa dengan duaorang biarawan dari Ordo Pengkotbah, yang
berasal dari Jerman.
Kedua biarawan dari Ordo Pengkotbah itu merasa takjub tatkala melihat kedua
biarawan OSM tesebut terutama pada jubahnya yang tidak mereka kenal. Karena itu
mereka berbincang-bincang dengan Filipus seraya menanyakan perihal jubah yang
mereka kenakan. Filipus kemudian menjawabi pertanyaan mereka, katanya: jika
anda sekalian ingin mengetahui segala sesuatu tentang kelahiran kami, kami
lahir dikota ini (florense); jika Anda bertanya mengenai kondisi kami, kami
adalah para hamba Perawan Mulia, jubah kami melambangkan kejandaannya; kami
hidup mengikuti corak dan cara hidup Para Rasul kudus dan berusaha
menghayatinya menurut Regula Santo Agustinus. Sambil berbincang-bincang mereka
lalu membicarakan hal-hal yang sulit Filipus mengutarakan
argumentasi-argumentasi yang meyakinkan, sambil mengedepankan peran iman
sebagai yang utama. Setelah itu mereka kemudian berpisah dan melanjutkan
perjalanannya masing-masing.
Selanjutnya rekan perjalanan Filipus mengajukan pertanyaan kepada
Filipus: saudara, mengapa ketika di dalam Ordo saudara tidak mengatakan apa pun
tentang pengetahuan yang saudara miliki, padahal hari ini saudara telah
berdiskusi dengan para biarawan itu mengenai banyak hal dari yang sederhana
sampai pada hal-hal yang sulit? Sesungguhnya hari ini terang kebijahsanaan Sang
Ilahi telah terbit di antara kita. Lalu Filipus berlutut dan memohon kepadanya
agar tidak memberitahukan peristiwa itu kepada siapa pun. Akan tetapi ketika
keduanya tiba di Florense, rekan seperjalaan Filipus langsung memberitahukan
kepada para biarawan lainnya tentang situasi yang telah mereka alami terutama
mengenai kemampuan, kecerdasan Filipus dalam Tanya jawab dengan biarawan dari
Ordo Pengkotbah yang mereka jumpai di jalan. Setelah mendengar kabar itu semua
biarawan bersukacita. Para biarawan lalu memutuskan untuk memilih Filipus
sebagai calon imam dan dalam formasinya sebagai imam, semuannya berjalan lancar
hingga ia kemudian ditahbiskan menjadi Imam dalam Ordo Hamba-hamba Maria.
Situasi Gereja di Kota Florense Abad XIII
Sebelum melihat lebih jauh mengenai kiprah perjalanan hidup dan karya- karya
Santo Filipus Benisi baiklah melihat konteks politik, sosial, ekonomi dan religius
di kota Florense sepanjang pertengahan pertama abad XIII. Sejarah Florense
sejak tahun 1200 sampai 1250 menunjukkan bahwa kota itu mengalami kelipatan
penduduk urban. Terhitung dari 40. 000 jiwa berlipat mencapai 80.000 jiwa.
Demikian wilayahnya diperluas. Florense memiliki matanya sendiri: mula-mula
mata uang perak, kemudian mata uang emas 24 karat, tak lama berselang menjadi
mata uang komersial internasional pada masa itu. Dikemudian hari florense
menjadi salah satu kota diabad pertengahan dan Renaisans yang paling megah di
Italia. Kota ini merupakan tempat di mana penyair besar yakni Alighieri
tinggal. Situasi Gereja dan kota Firense diabad XIII berada dalam
kekacauan akibat konflik. Perang saudara Siena melawan Pisa, berbagai
ekskomunikasi yang diakukan para paus terhadap kaisar dan orang-orang
terpandang dan punya indikasi sebagai provokator di Florense, peperangan
melawan para bidaah, dan seterusnya. Namun semua fenomena itu tidak menghalangi
kemajuan kota Florense, yang disebut juga kota bunga, terutama karena
pesatnya kemajuan mereka dalam bidang perdagangan.
Berbagai korporasi Negara ditemukan. Tingkatannya beraneka ragam: mulai dari
yang paling besar, lalu sedang dan yang kecil. Di antara yang paling besar,
misalnya: korporasi untuk para pengacara, para notaris, para banker, para
penukar uang, para pedagang kain sutra, para perawat, para ahli dan para
pedagang barang. Ada juga korporasi tingkat menegah, seperti: para pedagang
barang bekas, juru kunci tukang besi, tukang sepatu dan pembuat topi wanita.
Sedangkan yang termasuk dalam korporasi kecil meliputi: para pedagang anggur,
pengusaha jasa penginapan, pedagang minyak, garam dan keju, penyamak kulit,
penempa belati dan senjata, penempa tembaga dan berbagai jenis besi, pedagang
kayu dan tukang roti. Persaingan antara korporasi-korporasi ini menyebabkan
ketergantungan untuk mengembangkan monopoli tertentu, dan tak ada istilah
saling berbagi antara satu korporasi dengan korporasi lain. korporasi-korporasi
yang terkemuka biasanya lebih mendukung partai Guelfe terutama para banker dan
para pedagang wol.
Pada pertengahan abad XIII, Florense merupakan kota besar dan ramai. Namun,
perselisihan antara kaisar Frederikus II (Partai Gibelin) dan para Paus (partai
Guelfe) tidak menghambat kemajuan kota ini. Pada umumnya golongan masyarakat
yang terbilang pintar dan bijak sering mendukung kepausan, namun tetap menjaga
hubungan baik dengan kaisar. Akan tetapi, bila mereka berhadapan dengan sebuah
pelayanan (wajib mendukung kaisar), mereka tetap menjaga jarak demi kehormatan
Florense. Patut juga untuk diperhitungkan menganai hal positif di Florense,
kita tidak memperhitungkan hal-hal baik di Florense, kita tak akan pernah
memahami bagaimana atau apa sebab kemunculan gerakan hidup dari para biarawan
yang berjumlah besar dan yangterus berlipat ganda pada masa itu.
Kemiskinan juga disebut-sebut juga sebagai kenagan bersama yakni” menangis
bersama Kristus yang tersalib.” Tentu saja baik itu gerakan kaum bidaah yang
sering dihukum dan diekskomunikasi oleh otoritas Gereja Katolik maupun gerakan
para biarawan yang setia pada ajaran Gereja merupakan bagian dari sejarah
bersama dan pada akhirnya muncul suatu kemauan untuk bertobat dalam hidup
kemiskinan.
Hidup Dalam Kerendahan Hati dan Kekudusan
Filipus benisi dikenal dengan karakter kerendahan hati dan hidup dalam
kekudusan. Di tengah hingar-bingar kota Firense, ia mengambil jalan hidup yang
berdeda dari kebanyakan orang pada jamannya, melalui hidup dalam doa,
keheningan, askese.
Sejak masih muda ia tekun menjalani studi kedokteran dan teologi. Kecintaannya
kepada ilmu pengetahuan tidak mengurangi intensitas hidup spiritual. Bahkan ia
sendiri tekun membaca buku- buku rohani, membaca serta merenungkan Kitab Suci.
Karena tertarik dengan ajaran iman yang termuat dalam Injil, ia lalu menghayati
nilai-nilai Injili, hidup bermatiraga, membantu orang miskin, setia kepada
hidup doa, dan terutama pada pendarasan ofisi harian Santa Perawan Maria
(Setiawati, 2019, 274).
Suatu kali, pada hari kamis paskah ia datang ke Gereja Hamba- hamba Maria di
Florenze, untuk merenungkan sebuah kalimat dalam bacaan Kitab Suci pada misa
hari itu, yakni: lalu kata Roh kepada Filipus, “ Pergilah ke situ dan dekatilah
kereta itu! (bdk. Kisah Para Rasul 8: 29)”. Filipus Benisi lalu mengangap kata-kata
itu ditujukan kepada dirinya. Ungkapan itu dipahaminya sebagai seruan Tuhan
bahwa hendaklah ia ikut bergabung dalam “kereta” perawan Mulia Sang Bunda dalam
OSM. Itulah kisah awal perjalanan panggilan orang kudus ini untuk membaktikan
hidupnya menjadi palayan Tuhan. Hidup kekudusan terus dipupukinya, terus
dirawat dengan carahidup, dengan doa yang tekun.
Baca Juga: Tingkat Tiga Raih Juara 1 Volley Putri dalam Rangka Dies Natalis XIII STP St. Petrus Keuskupan Atambua
Sikap rendah hati dan kekudusannya membuat anggota komunitas mengaguminya. Tidak
berlebihan apabila dia disejajarkan dengan para perintis pertama Ordo oleh
karena sikapnya. Pada tahun 1266 Masehi, para biarawan berkumpul untuk
mengadakan kapitel di kota Florense, Italia. Frater Manetus dari Florense yang
pada waktu itu menjabat sebagai Prior Jendral Ordo. Kapitel ini dimaksudkan
untuk memilih penggati Frater Manetus untuk menjabat sebagai Prior Jendral.
Maka dengan diilhami oleh Roh Kudus, para biarawan peserta kapitel memilih
Filipus dengan suara bulat, kendati pada waktu itu Filipus sedang berada di
Biara Cesena. Sebagai seorang yang rendah hati Filipus awalnya menolak hasil
keputusan kapitel itu, namun karena penghayatannya pada kaul ketaatan ia
kemudian patuh pada kepercayaan dari para saudaranya.
Filipus Benizi lalu mengemban tugas pelayanan sebagai Prior Jendral selama 19
tahun. Dalam setiap kapitel tahunan ia memohon agar para saudara menurunkannya
dari jabatannya tersebut sambil berkata bahwa ia tidak cocok mengemban tugas
semacam itu. namun karena para biaran mempertimbangkan kerendahan dan
kekudusannya mereka tidak ingin agar Filipus berhentu dari jabatannya sebagai
pemimpin. Segala upaya dia lakukan terutama membujuk para Frater untuk dimintai
persetujuan atas pengunduran dirinya, maka suatu kali ketika sedang berada di
Roma dengan beberapa rekan untuk berbicara tentang kepentingan Ordo, Filipus
sempat mengutarakan niatnya untuk pengunduran dirinya kepada Kepausan (pada
masa itu prior Jendral disahkan oleh otoritas kepausan).
Fray Lotaringo dari Florenze, seorang biarawan OSM yang bijak mengetahui maksud
Filipus untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Lotaringo lalu bergegas
menjumpai Filipus untuk mengklarifikasi pergulatan batinya. Pada kesempatan
perjumpaan itu, Filipus mengutarakan mengenai pergulatan batinnya itu kepada
Frater Lotaringo dan memohon bantuan Lotaringo untuk mewujudkan keinginannya
itu. Mendengar itu, Lotaringo merasa sedih dan bingung harus bagaimana, solusi
seperti apa. Lotaringo mendesak Filipus agar mengurungkan niatnya itu, karena
hal itu justru akan mendatangkan kesedihan bagi Ordo mengingat kemajuan Filipus
selama menjabat sebagai Prior Jendral. Akhirnya Frater Lotaringo menyatakan
bahwa ia tidak akan pernah menemani Frater Filipus menghadap Sri Paus untuk
tujuan ini. Dengan demikian niat Filipus untuk mundur dari jabatannya
dihalangi.
Baca Juga: "Teristimewa, Bersinar, Penuh Cinta" (Spirit Dibalik Semangat SDK Yos Sudarso Kertosono Dalam Karnaval 2022)
Pada suatu hari Abdi Allah, Filipus mengadakan visitasi Ordo (kunjungan).
Dengan semangat persaudaraan yang tinggi ia mengadakan visitasi ke biara-biara
dan menempuh perjalanan yang tidak nyaman ketika itu. suatu kali setelah berdoa
dengan sungguh-sungguh kepada Maria, Bunda para hamba secara ajaib ia
mendapatkan roti untuk menuatkan para biarawan Arezzo yang menderita kelaparan
karena kehancuran yang mereka alami akibat perang. Ketika sedang lewat di dekat
pemukiman Gagliano, ia berjumpa dengan seorang penderita kusta yang berbaring di
pinggir jalan dan mengemis. Filipus Benizi memberikan jubahnya, dan ketika
mengenakan jubah tersebut penderita kusta itu langsung sembuh dan sambil
berlari-lari mengejar Filipus ia berteriak “Oh, orang kudus, berkenanlah
menunggu saya, supaya saya dapat berterimaksih kepadamu!” ketika Filipus
melihat orang yang tadinya kusta itu dan sudah sembuh, ia berkata kepadanya
“muliakanlah Allah Bapa dan pergilah dalam damai, tetapi jangan katakan apa
yang sudah terjadi ini kepada siapapun!”
No comments:
Post a Comment