Oleh : Afri Ampur
InspirasiINDO.com - Aku menatap langit-langit kamarku. Sejak dua jam yang lalu, aku berbaring. Tetapi mataku enggan untuk mengatup. Suara ketawa dari kamar sebelah, memecah kesunyian malam ini. Mereka menikmati game mobile legend.
Sementara aku menikmati suara jangkrik dari samping kamarku sambil memimikirkan hari esok dan esoknya lagi. Kesunyian malam ini mengantar aku pada kenangan-kenangan masa lalu. Ada satu pengalaman yang sangat membekas dalam ingatanku.
Baca Juga: Rendah Hati dan Kesetiaan
Aku yakin, pengalaman itu akan menjadi penghuni tetap dalam ingatanku. Pengalaman itu mengantar aku pada jalan ini. Rencana dan janji manisnya membekas dalam sanubariku. Kata-katanya tajam, setajam tatapannya. Janji-janjinya sangat elok, seelok rupanya. Aku terperangkap dalam janjinya dan berujung pada sebuah keputusan. Aku mengundurkan diri dari jalan yang telah kulalui selama lima tahun. Aku memilih hidup bersamanya.
Dua bulan yang lalu, dia mengirim sebuah pesan yang menggiurkan. “sayang, tahun ini aku kuliah S2 di Malang. Aku ingin dekat dengan kamu. Selesai S2 kita langsung menikah,” Demikian isi pesan itu. Jujur, aku tergiur dengan isi pesan itu. Apalagi, ibuku memintaku untuk menemani hari tuanya. Aku tidak fokus mengikuti rutinitas harianku. Aku selalu membayangkan hidup bersamanya. Aku menganggap dialah masa depanku. Aku memutuskan untuk mengundurkan diri. Aku menyerah kembali jubah putih yang kuterima lima tahun yang lalu.
Aku tidak menyangka perempuan yang kukagum itu mengkhianatiku. Apakah dia masih ingat isi pesan yang aku kirim tiga bulan yang lalu? Aku menyampaikan kepadanya bahwa dia adalah perempuan yang spesial bagiku setelah ibuku.
Sekarang, aku tidak percaya dengan isi pesan yang baru saja kubaca. Aku juga tidak percaya bahwa dia yang mengirim pesan itu. Aku memperhatikan sekali lagi layar hp-ku. Aku berharap, aku salah membaca nama kontak yang mengirim pesan itu. Orang yang mengirim pesan itu adalah dia. Dia yang kunamai masa depan, ternyata ingin menjadi masa lalu dari kisah hidupku.
“Nana, minta maaf, saya tidak bisa melanjutakan lagi hubungan kita” demikianlah isi pesan itu. Ketika membaca pesan ini, aku seperti orang yang disengat listrik yang bertegangan tinggi.
Aku menatap patung Bunda Maria yang ada di pojok kamarku. Bunda Maria memiliki paras yang sangat elok. Aku teringat akan kisah ibuku tentang ketulusan dan kesederhanaan Bunda Maria mencintai Santo Yosef. Tiba-tiba, dua pertanyaan liar muncul dalam benakku.
Pertama, apakah masih ada Bunda Maria yang lain pada jaman ini?
Kedua, apakah Bunda Maria masih ada adik atau sepupu perempuan?
Seandainya ada, aku ingin meminangnya. Ah…. Ternyata segila dan selucu ini ya orang yang lagi patah hati. Aku baru pertama kali merasakannnya.
Sebelum tidur dalam keadaan patah hati, aku membisik sesuatu ke telinga patung Bunda Maria, “Bunda, berilah aku satu orang perempuan yang tulus dan sederhana ya, kalau tidak ada, aku jomblo seumur hidup.”
Saya yakin Bunda Maria merasa lucu mendengar bisikanku. Cicak di bawah kolong tempat tidurku saja menertawai aku. Cicak itu tak henti-hentinya memamerkan suara jeleknya. Saya yakin, cicak itu menertawaiku bahwa kehidupan di dunia nyata tidak seideal dunia ide Plato.
# # #
“Sayang, aku boleh pinjam HP untuk main game?” tanya seorang perempuan yang kunamai produk terakhir.
“Boleh sayang” jawabku sambil memamerkan senyum kebanggaanku.
Perempuan ini menjadi pemeran utama dalam hayalanku tentang masa depan. Dia baru saja menyelesaikan kuliah strata satu di salah satu kampus ternama di kota ini. Sakit hati yang kualami dua tahun lalu diobati oleh kehadirannya.
“Sayang, kenapa kontakku dinamai produk terakhir?” Tanya perempuan itu dengan muka cemberut. Aku menjawab pertanyaanya dengan merangkul dan mencium keningnya.
“Sayang, tolong jelaskan kenapa kontakku dinamai produk terakhir?” tanya perempuan ini sekali lagi.
“jaman sekarang, sangat sulit mendapatkan perempuan yang tulus dan sederhana seperti kamu. Karena itu, saya menamakan kontak kamu produk terakhir.” Jawabku dengan lembut.
Mendengar jawaban ini, dia memelukku dengan erat. Tiba-tiba, HP aku yang ada digenggamannya bergetar.
“Sayang, ada WA masuk” katanya sambil menyodorkan HP kepadaku. Dia tidak membuka Wa tanpa ijin dari aku. Hal ini membuat aku semakin menyayanginya.
“Nana, aku baru saja putus dengan pacarku. Aku minta maaf atas keputusanku dua tahun yang lalu. Aku ingin menjalin kasih dengan kamu lagi.”
Demikanlah isi pesan itu. Pengirim pesan itu adalah perempuan yang menjadi alasan aku melepas jubah dua tahun yang lalu. “minta maaf, aku tidak bisa. Dulu aku kira kau rumah. Rumah tempat aku untuk kembali. Ternyata tidak.” Balasku dengan tegas.
Aku mengajak perempuan yang kunamai produk terakhir untuk berdoa di Gua Maria SMM. Aku ingin mengucap syukur kepada Bunda Maria karena telah mengirim sepupunya untuk aku. Iya, aku meyakini bahwa perempuan yang kunamai produk terakhir adalah sepupunya Bunda Maria. Kesederhanaan dan ketulusannya mendekati Bunda Maria.
Penulis adalah mahasiswa STFT Widya Sasana Malang.
No comments:
Post a Comment