KEFAMENANU,
Civitas Akademika STP St. Petrus Keuskupan Atambua mengikuti Seminar Ilmiah
bertema: “Menjadi Awam Katolik Yang Tanggap, Tangguh, Terlibat Dan Mandiri Dalam Spiritualita St. Petrus” dan kegiatan Bedah Buku “Imam Berpolitik Bolehkah?” yang berlangsung di Aula STP pada Kamis,
(15/09/2022).
Buku
judul Imam Berpolitik Bolehkah? yang akan dibedahkan pada hari ini ditulis oleh
seorang Pastor Muda, Rm. Yudel Neno, Pr.
Sebelum
kegiatan bedah buku dimulai, moderator RD. Kristophorus Ukat, S.Fil.,M.Th
mengundang para pembeda dan penulis buku untuk mengambil tempat yang telah
disediakan.
Para
pembedah buku tersebut, yang pertama adalah Rm. Dr. Theodorus Asa Siri S.Ag
yang akan meninjau dari segi Ajaran Sosial Gereja. Kedua Dr. Phil Norbert
Jegalus, MA yang akan meninjau dari segi filsafat dan politik dan Rm. Drs.
Yohanes Subani, Pr Lic.lur.Can yang akan meninjau dari segi hukum Gereja.
Selanjutnya,
moderator memberikan waktu 10 menit kepada penulis untuk membacakan isi ringkas
dari buku tersebut.
“pembedahan
buku hari ini, judul Imam Berpolitik Bolehkah? Ada 5 (lima) poin yang saya
siarkan, pertama, ingin saya sampaikan mengapa buku ini terbit? Buku ini
sebetulnya merupakan tesis saya waktu selesaikan studi teologi di Seminari
Tinggi St. Mikhael. Terkait dengan alasan buku ini terbit intinya ialah untuk
memberikan percikan cahaya. Kedua, Imam dan keterlibatan sosial. Ketiga Imam
dan politik. Keempat, Imam dan Politipatis dan kelima, Imam boleh berpolitik”
terang Rm. Yudel Neno, Pr.
“Saya sudah membaca seluruh
buku ini dan saya serahkan kepada penulis untuk memperbaiki. Mulai dari awal.
Saya lihat itu banyak hal yakni imprimatur, nihil obstat, metodologi penulisan,
salah huruf, kata, kalimat masih ditemukan dalam buku ini. Silakan mengambil
kembali membaca dan membuat revisi berikutnya biar menjadi lebih baik” imbuh Rm
Theo. “Tampilan buku cukup bagus mengenai desain, ukuran dan lain-lain. Dari
segi redaksional mengenai buku ini gaya bahasanya sederhana dan mudah dipahami.
Dari segi substansial isinya menarik, actual sesuai dengan situasi saat ini di
mana banyak Imam yang semangat dan
tampil sebagai penasehat-penasehat. Isinya sangat bagus. Dipercayakan sebagai
pedoman, sebagai satu catatan kritis untuk melihat derap langkah perjalan
seorang Imam antara politik dan pelayanan” lanjut Ketua STP ini kemudian.
“…saya melihat pada pokok ASG BAB III
itu perlu ditambahkan pendapat 2 (dua) orang Paus yang sangat terkenal, yaitu
Paus Pius XI dan Paus Pius XII yang menjabat sebagai Paus pada periode yang
sangat sulit di Eropa. Mereka berdua adalah dua orang Paus yang hidup pada
periode pergulatan politik antara Negara dan Gereja” tambah dosen pengampuh
sosiologi ini kemudian.
Senada juga diucapkan oleh pembedah buku kedua, “saya akan memberikan orientasi atas pertanyaan yang dilakukan oleh penulis ini. Imam Berpolotik Bolehkah? Ingat dalam menulis judul tidak ada titik. Tetapi penulis tidak mau begitu, saya tau. Dengan judul seperti ini Imam Berpolitik Bolehkah? Itu artinya memberikan sedikit tanda tanya pada saya karena ini semua memang ada fakta, indikatif dan konstatatif” ujar bapak Norbert ini. “Di dalam buku ini religius tidak dibicarakan. Bicara juga supaya lengkap. Supaya kita bisa mengatasi finansial hidup persoalan yang ada di Keuskupan kita atau Gereja kita di Indonesia ini” tambahnya kemudian.
Sementara itu, Rm. Yohanes Subani, Pr juga mengatakan, “Saya harap bisa dilihat semua penegasan dari kedua pembicara terdahulu tentang imprimatur dan nihil obstat. Penulis itu seorang Imam wajib umumnya supaya ada nihil obstatnya. Ada catatan bahwa buku ini dibaca oleh masyarakat tidak akan mengganggu iman. Orang yang membacanya tidak akan merugikan kepentingan pengajaran Gereja” pungkas pembedah buku ketiga ini.
Seusai
pembedaan buku tersebut ada sesi tanya jawab. Sesi ini merupakan sesi yang
sangat seru dan menghidupkan suasana karena ada pertukaran ide mengenai Imam Berpolitik Bolehkah? Di
sini ada yang mengatakan Imam boleh berpolitik. Ada yang mengatakan Iman tidak
boleh berpolitik. Ada juga yang mengatakan Imam boleh berpolitik tapi harus
melihat pada konteks tertentu dan ada pula yang memberi masukan pada para pembedah beku tersebut.
Dari argumen-argumen dan masukan-masukan tersebut Uskup Keuskupan Atambua, Mgr. Dominikus Saku, Pr memberi kesimpulan bahwa, “bobot filsafat, teologi yang harus diberi kesan. Karena itu, saya sangat yakin buku ini akan menjadi 300-an halaman. Apresiasi karena buku ini juga bisa memberi kita arah sekaligus pembelajaran” tutur Bapak Uskup Domi ini. “politik itu mulia. Yang penting kita masuk pas. Pas itu artinya prihatin yang adalah beri solusi. Politik itu untuk mengurus banyak orang. Dan tidak ada politik yang sempurna. Sama seperti pemerintah tidak ada yang sempurna, sama seperti tulang Gereja tidak ada yang sempurna. Yang sempurna itu hanya Tuhan. Jadi, keterlibatan Gereja di dalam politik itu harus membawa aspirasi dan inspirasi untuk hidup yang sempurna” tegas Bapak Uskup diakhir kesimpulannya.
Kegiatan bedah buku ini diakhiri dengan pemberian sertifikat oleh penulis kepada para pembedah buku, pembacaan doorprize kepada pemenang dan foto bersama.
Penulis:
Adelina Bete
(Mahasiswi
STP St. Petrus Keuskupan Atambua)
No comments:
Post a Comment