Oleh: Adelina Bete
(Sie Dokumentasi dan Publikasi)
Seorang gadis mungil menaiki anakan tangga
menuju pojokan atas gedung Mgr Sulama yang sudah menjadi tempat favoritnya
untuk melihat senja di sore hari. Senja yang begitu indah memanjakan mata,
membuat para penikmat senja enggan untuk berpaling terlebih gadis mungil yang
sekarang ditinggal pergi oleh kekasihnya. Gadis mungil itu duduk dengan
kekhasannya, mengambil handphone untuk memotret senja bersama matahari yang
sedikit lagi akan menghilang. Menghilang seperti kekasihnya yang pergi tanpa
pamit.
Seusai memotret gadis itu melihat hasil
potretannya sambil tersenyum. ‘indah’ katanya. Seandainya duniaku seindah
warnamu, mungkin aku akan sangat bahagia. Ah… sudahlah! Semuanya telah berubah
bersama waktu yang terus berjalan. Gadis mungil itu membatin.
Hari ini adalah hari Minggu tanggal 10
Oktober 2021. Hari yang sangat manis menurutku. Sebab, biasanya aku selalu
bersamanya, bercengkerama semua hal tentang aku dan dia yang akan menjadi ‘kita’
kelak. Namun hari ini tidak semanis itu, semua berbanding terbalik dari
hari-hari sebelumnnya. Hatiku hancur berkeping-keping ketika mengetahui dia telah
kembali ke Penjara Suci. Iyah…Penjara Suci itu tempat ia berdiam diri untuk
merapalkan doa kepada Sang Pencipta untuk menjadi pengikut Kristus yang sejati.
Aku terpuruk. Air mataku jatuh
perlahan-lahan membasahi pipiku. Aku menangis histeris sambil memegang dadaku
yang terasa sesak. Apa salahku? Kenapa pergi begitu saja tanpa pamit? Seegois
itukah kamu? Aku bermonolog dalam tangisku.
Seusai menangis dan meluapkan perasaan
sakitnya, gadis mungil itu pergi ke tempat yang selalu ia kunjung disaat sedang
suka maupun duka untuk menenangkan hati
dan pikirannya. Sampai di tempat tersebut gadis mungil itu duduk pasrah sambil
menatap Sang Bunda dengan matanya yang sembab.
“Bunda aku sangat mencintainya. Aku mohon
kembalikan dia kepelukanku. Aku mohon, Bunda. Tolong sampaikan semua permohonanku pada-Nya.
Kembalikanlah dia kepelukanku, Bunda?” pinta gadis mungil itu dalam diam sembari menghapus air matanya
yang terus berlinang.
Dalam diam gadis mungil itu baru menyadari dan mesara bahwa “ternyata
ditinggalkan” itu sakit. Apalagi ditinggalkan pas lagi sayang-sayangnya. Ah…
merasa semesta mempermainkan perasaanku!. Ini tidak adil bagiku Tuhan, aduh si
gadis mungil itu pada Sang Pemberi Cinta.
Selama kekasihnya kembali ke Penjara Suci,
gadis mungil itu sangat murung dan menyendiri bersama sepi yang ditepi.
Hari-harinya dilalui dengan air mata. Tiga bulan lamanya gadis mungil itu
terpuruk dengan kepergian kekasihnya yang hilang tanpa kabar bak ditelan bumi.
Disetiap doa yang disemogakan bisa bertemu kembali dengan kekasihnya atau mendapat
kabar darinya.
Hari-hari begitu cepat berlalu bersama
dengan sang waktu yang berjalan, namun
tidak dengan gadis mungil, berambut gimbal itu yang berlalu dari masa
lalunya. Gadis mungil, berambut gimbal itu masih berada pada mode yang sama yakni menginginkan
kekasihnya kembali. Dia selalu menanti kekasihnya, meskipun kekasihnya sudah kembali
ke pilihannya, menjadi pengikut Kristus.
Semua kenangan pahit yang ia alami selama kekasihnya
pergi tidak lupa ia catat dalam buku hariannya. Buku catatan hariannya menjadi
teman curhat di saat dia merindukan kekasihnya.
Sebait Sajak Untuk Kekasihku
Teruntukmu...
Orang yang jauh di sebrang lautan Flores
Apa kabar dirimu?
Aku harap kamu baik-baik saja di sana
Aku sangat merindukanmu
Aku ingin melihat wajahmu, senyumanmu dan
tawamu.
Ketahuilah setiap kali merindukanmu selalu
kutulis dalam catatan harianku
Kepergianmu yang begitu saja membuatku tak
mengerti apa artinya aku bagimu
Sampai saat ini kamu dan aku masih diam dalam
tanya tanpa jawaban
Dari jauh aku berharap semoga yang kamu
semogakan tercapai
Tetap fokus dan jangan lupa berserah
kepada-Nya
Kan ku bantu aminkan dalam setiap doaku
Agar semoga yang kita semogakan diaminkan.
Suatu Sunja
Sudut Gedung Stipas, 23 November 2021.
***
Perkenalkan namaku Adelaide. Teman-temanku
biasa menyapaku Del. Aku adalah gadis mungil berwajah judes, berambut gimbal
dan berhati dingin sedingin es di Kutub Selatan tapi penyayang. Karena memiliki
sifat yang terakhir ini meskipun ditinggalkan berulang kali tetap saja sayang.
Itulah aku, wanita kuno dalam asmara.
Empat tahun silam aku jatuh cinta dengan
Si Kesatria tampan yang seiring berjalannya waktu statusnnya berubah menjadi
Pemuda Religius berwajah tampan, berhati putih dan dengan dibaluti jubah putih
nan Malaikat semakin menunjukkan keanggunan dan kewibawaannya. Penampilannya
yang sederhana dan apa adanya membuatku
jatuh hati sampai lupa diri bahwa dia adalah milik Tuhan.
Setiap doa yang kupanjatkan kemarin Tuhan
mengabulkan dan mengembalikan yang kuinginkan dan kuharapkan. Namun yang
kuinginkan tidak menginginkan aku yang menginginkannya. Dia kembali dengan
memilih hal lain bukan aku. Aku pun ditinggalkan lagi untuk kedua kalinya.
Kepergiannya untuk yang kedua kali
membuatku semakin memahami apa artinya dunia asmara. Ternyata dunia asmara itu
serumit ini. Seandainya dari awal aku tahu mungkin aku tak akan pernah jatuh
cinta denganmu, dan dengan siapa saja nantinya.
Sulit bagiku bila mencintai seorang yang
tak searah dan tak sejalan. Sebab menyatukan dua kepala jadi satu itu bukanlah
hal yang mudah, semudah kita membalikan telapak tangan. Butuh pikiran yang
jernih untuk memahami sebelum memutuskan karena, “kalau meyatukan dua kepala
jadi satu saja susah apalalagi seraga dan serumah.”
Terima kasih Tuhan atas lika-liku hidup
yang Engkau berikan kepadaku. Semoga semua yang telah kulewati menjadi
pelajaran bagiku untuk menjadi pribadi yang tangguh dan dewasa.
Untukmu kekasihku yang kini masih diam
dalam tanya, terima kasih. Darimu aku belajar banyak hal tentang artinya
dinamika hidup dan kehidupan dalam dunia asmara.
Terima kasih untuk diriku yang meski jatuh
berulang kali, disakiti, dikhianati, dan ditinggalkan tetapi masih bertahan dan berdiri kokoh
hingga saat ini. Kamu wanita hebat dan luar biasa!.
Apa pun itu jalani dan nikmati.
Syukuri setiap hal yang kau alami tiap
hari
Boleh patah tapi jangan mematahkan.
Boleh sakit tapi jangan menyakitkan.
Semua akan indah pada waktunya.
No comments:
Post a Comment