Iklan

Luka, Kehilangan, dan Kembali!

Catatan Kecil Sang Musafir
Saturday, 15 October 2022 | October 15, 2022 WIB Last Updated 2023-01-03T16:09:52Z

 

"Mengenang kembali saat menulusuri kota ini di jalan yang berbeda"

Pergi adalah suatu kata yang sarat akan makna.

Mudah bagi yang melakukannya, berat bagi yang ditinggalkan.

 Kepergian seseorang yang telah kamu jadikan sebagai sebagian dari dirimu sebab dalamnya ikatan cinta akan melahirkan luka abadi: kehilangan!

Orang-orang yang tak merasa terluka bila ditinggalkan yang dicintainya hanyalah pura-pura.

 Kata-kata ‘yang datang pasti pergi’ adalah penghiburan belaka agar duka yang dialami tak terpancar dalam senyum tak tulus ketika duduk bersama kawan-kawan sambil menikmati kopi Manggarai yang selalu bikin kangen: gadis-gadisnya juga terutama ia yang berambut ikal itu.

Adakah yang sanggup menyembuhkan luka karena kehilangan, karena kepergian yang tiba-tiba, tanpa persetujuan, hanya diucapkan tanpa bersua, dititipkan lewat angin, lalu kabar tak ada lagi?

Kembali, entah untuk merajut kembali cinta yang telah terbengkelai atau hanya sekadar untuk pamit baik-baik agar yang terluka lekas pulih dan sapa kembali senormal manusia lainnya, adalah satu-satunya jalan untuk memulihkan-membebaskan luka itu!

Pergi pada akhirnya hanya disembuhkan dengan kembali: saling sapa ketika bertemu, berdamai, tak lari dan menghindar, memekarkan kembali cinta yang, katamu, adalah:

Cinta itu,
mungkin adalah sebuah praduga,
kau dan aku tak pernah diperbolehkan mengetahuinya

Mungkin seperti kematian yang memberikan kehidupan,
Sebagai hadiah untuk para manusia.


            Mencintaimu selalu tanpa alasan. Mengalir begitu saja saat kita menghabiskan waktu bersama: menggenggam jemarimu di malam yang sunyi, memandang keindahan kota dari tanah lapang sembari kubiarkan kau bersandar pada dadaku, dan menceritakan masa lalu masing-masing yang tak pernah hilang dalam buruan waktu. Cinta itu ada sebelum kita mengutarakan dalam kata. Saat bersamamu adalah yang paling berkesan. Kamu memberiku kesempatan untuk kembali merasakan cinta yang lima tahun sebelumnya telah kubuang jauh-jauh dari hidupku. Kamu membebaskanku dari cengkeraman ketidakpercayaan pada sisi kebahagiaan yang dijanjikan oleh cinta. Seperti seorang anak yang kembali menemukan kehangatan rangkulan sang ibu, dalam dirimu kutemukan kelembutan seorang kekasih. Setiap aku bertemu denganmu sebanyak itu juga aku jatuh cinta padamu. Ingin rasanya menyatakan semuanya kepadamu ketika kita berjumpa menghabiskan malam, mengelilingi kota sembari menyanyikan lagu-lagu cinta yang menenangkan hati. Tapi, aku terlampau tak berani. Menyimak ceritamu, memandang indah matamu, dan kadang-kadang menyentuh wajahmu yang tiada pernah dapat kulupakan itu membuatku enggan berkata-kata. Aku akhirnya hanya menitipkan semuanya dalam sajak-sajak lepas yang mungkin tak seindah goresan Sapardi, dan monolog yang tersembunyi tentang cinta kita: tanpa awal, dan dulu aku berharap tanpa akhir!

            Takdir berkata lain. Pergi adalah jalan yang kamu pilih ketimbang berjuang dan ada bersamaku: mengagetkan dunia dengan cinta yang berlandaskan ketulusan, bukan seperti penguasa yang mendewakan kepura-puraan serta kepalsuan. Aku tak punya kuasa apa-apa untuk menahanmu. Tak ada yang dibanggakan dari seorang pecundang yang mengecewakan orang lain dengan keputusan yang mengatasnamakan kebebasan. Kamu patut mendapatkan yang lebih baik dari pada aku. Aku tak punya apa-apa untuk mendewasakanmu dalam lingkaran kebahagiaan. Apalah arti cinta betapapun itu tulus dan ikhlas? Kamu berhak bahagia. Hanya saja pergimu tak sempat kusiasati. Aku terlena dengan semua yang telah terjadi di antara kita, di antara sajak-sajak yang sering kutujukan padamu, di antara tawamu yang selalu membuatku terkesima, di antara hangat pelukmu kali terakhir kita bertemu. Keputusanmu untuk pergi membuatku kembali terlempar pada pengalaman kehilangan: tempat sepi dan gelisah meraja, penyesalan dan kekecewaan bersekutu, luka dan duka makanan harian. Seperti neraka saja saat jatuh dan terperangkap dalam kehilangan. Semuanya terbengkelai. Kendati wajah memancarkan senyum dan tawa, tetap saja hati segelisah pagi yang diselimuti kabut dan hujan. Kehilangan membunuh segala rasa! Pelan-pelan ia menghasutku untuk membenci lukisan sejarah tentang cinta, apalagi kisah Romeo-Juliet yang menjadi rujukan pun mitologi-mitologi Yunani yang mengagungkan asmara: bahkan ada dewi cinta Aphrodite yang cantiknya melebihi para malaikat!

            Atas nama luka dari kehilangan yang semakin liar menggerogoti diri, merusak ketentraman jiwa, maukah kamu kembali? Tak ada lain yang dapat mengembalikan semuanya selain ikhlasmu untuk kembali. Tapi ini tawaran. Aku tak punya dalil untuk memaksamu sebab mungkin hanya aku yang merasa kehilangan, dan kamu telah mereguk kebahagiaan bersama orang yang lebih tepat untuk bersanding denganmu. Orang yang lebih membuatmu nyaman. Atas nama keberartian dirimu bagiku, telah kukirimkan seribu surat kata maaf dan harapan agar kau sedikit peduli. Tapi, semuanya tak kuasa mendesakmu. Seluruhnya malah membuatmu kecewa dan ingin pergi jauh-jauh. Entahlah. Mungkin adalah pilihan paling bijak untukmu agar tidak lagi bersentuhan dengan aku yang tak lebih dari debu pada kaki manusia.

            Menunggumu? Tak ada yang menyetujuinya, bukan tidak mungkin dirimu, juga alam semesta yang pernah mempertemukan kita entah kebetulan atau kesengajaan. Aku anggap itu sudah ada dalam skema Yang Absolut agar aku menyempatkan diri merasakan hangatnya cinta sebelum aku tak lagi berminat menulis lembaran baru bersama yang lain, kecuali dengan dirimu. Ada banyak yang menentang keputusanku untuk menunggumu. Aku terjebak ruang dan waktu yang pernah kita alami dan alami bersama. Tetapi, semuanya aku tentang. Aku hanya akan mencintaimu. Teramat tulus aku ingin terus berada bersamamu. Akankah kau mau? Aku tidak tahu dan sama sekali tidak berhak mengetahuinya. Hanya harapanku terus melambung. Dalam doa kepada Yang Tertinggi, mereka menyebutnya Tuhan (aku juga), aku selalu menyebut namamu, lengkap tak kurang satu huruf, dan menuntut Dia agar meluluhkan hatimu untuk menerimaku kembali, bersyarat pun tak apa.

Selesai?

Yang tinggal dari pergimu adalah kehilangan.

Yang mekar adalah harapan dalam penantian:

Kamu mau kembali kepada aku yang tak pantas ini,

Membuat semesta menggelengkan kepala,

Sebab mereka mencemoohku,

 saat terus mencintaimu walau tak kau pedulikan!

Kembalilah!

Selamanya masih ada tempat dalam diriku untukmu,

Jangan risau, aku ini rerumputan yang merindukan,

 Sentuhan lembut embun pagi: kamu!


Simpang Mega Mendung_saat semuanya terlihat tak baik-baik saja!

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Luka, Kehilangan, dan Kembali!

No comments:

Post a Comment

Trending Now

Iklan