![]() |
"Mengenang kembali saat menulusuri kota ini di jalan yang berbeda" |
Pergi adalah suatu kata yang sarat akan makna.
Mudah
bagi yang melakukannya, berat bagi yang ditinggalkan.
Kepergian seseorang yang telah kamu jadikan
sebagai sebagian dari dirimu sebab dalamnya ikatan cinta akan melahirkan luka
abadi: kehilangan!
Orang-orang
yang tak merasa terluka bila ditinggalkan yang dicintainya hanyalah pura-pura.
Kata-kata ‘yang datang pasti pergi’ adalah
penghiburan belaka agar duka yang dialami tak terpancar dalam senyum tak tulus
ketika duduk bersama kawan-kawan sambil menikmati kopi Manggarai yang selalu
bikin kangen: gadis-gadisnya juga terutama ia yang berambut ikal itu.
Adakah
yang sanggup menyembuhkan luka karena kehilangan, karena kepergian yang
tiba-tiba, tanpa persetujuan, hanya diucapkan tanpa bersua, dititipkan lewat
angin, lalu kabar tak ada lagi?
Kembali,
entah untuk merajut kembali cinta yang telah terbengkelai atau hanya sekadar
untuk pamit baik-baik agar yang terluka lekas pulih dan sapa kembali senormal
manusia lainnya, adalah satu-satunya jalan untuk memulihkan-membebaskan luka
itu!
Pergi
pada akhirnya hanya disembuhkan dengan kembali: saling sapa ketika bertemu,
berdamai, tak lari dan menghindar, memekarkan kembali cinta yang, katamu,
adalah:
Cinta itu,
mungkin adalah sebuah praduga,
kau dan aku tak pernah diperbolehkan
mengetahuinya
Mungkin seperti kematian yang memberikan
kehidupan,
Sebagai hadiah untuk para manusia.
Mencintaimu
selalu tanpa alasan. Mengalir begitu saja saat kita menghabiskan waktu bersama:
menggenggam jemarimu di malam yang sunyi,
memandang keindahan kota dari tanah lapang sembari kubiarkan kau bersandar pada
dadaku, dan menceritakan masa lalu masing-masing yang tak pernah hilang dalam
buruan waktu. Cinta itu ada sebelum kita mengutarakan dalam kata. Saat
bersamamu adalah yang paling berkesan. Kamu memberiku kesempatan untuk kembali
merasakan cinta yang lima tahun sebelumnya telah kubuang jauh-jauh dari
hidupku. Kamu membebaskanku dari cengkeraman ketidakpercayaan pada sisi
kebahagiaan yang dijanjikan oleh cinta. Seperti seorang anak yang kembali
menemukan kehangatan rangkulan sang ibu, dalam dirimu kutemukan kelembutan
seorang kekasih. Setiap aku bertemu denganmu sebanyak itu juga aku jatuh cinta
padamu. Ingin rasanya menyatakan semuanya kepadamu ketika kita berjumpa
menghabiskan malam, mengelilingi kota sembari menyanyikan lagu-lagu cinta yang
menenangkan hati. Tapi, aku terlampau tak berani. Menyimak ceritamu, memandang
indah matamu, dan kadang-kadang menyentuh wajahmu yang tiada pernah dapat
kulupakan itu membuatku enggan berkata-kata. Aku akhirnya hanya menitipkan
semuanya dalam sajak-sajak lepas yang mungkin tak seindah goresan Sapardi, dan
monolog yang tersembunyi tentang cinta kita: tanpa awal, dan dulu aku berharap tanpa akhir!
Takdir berkata
lain. Pergi adalah jalan yang kamu pilih ketimbang berjuang dan ada bersamaku: mengagetkan dunia dengan cinta yang
berlandaskan ketulusan, bukan seperti penguasa yang mendewakan kepura-puraan
serta kepalsuan. Aku tak punya kuasa apa-apa untuk menahanmu. Tak ada yang
dibanggakan dari seorang pecundang yang mengecewakan orang lain dengan
keputusan yang mengatasnamakan kebebasan. Kamu patut mendapatkan yang lebih
baik dari pada aku. Aku tak punya apa-apa untuk mendewasakanmu dalam lingkaran
kebahagiaan. Apalah arti cinta betapapun itu tulus dan ikhlas? Kamu berhak
bahagia. Hanya saja pergimu tak sempat kusiasati. Aku terlena dengan semua yang
telah terjadi di antara kita, di antara sajak-sajak yang sering kutujukan
padamu, di antara tawamu yang selalu membuatku terkesima, di antara hangat
pelukmu kali terakhir kita bertemu. Keputusanmu untuk pergi membuatku kembali
terlempar pada pengalaman kehilangan: tempat
sepi dan gelisah meraja, penyesalan dan kekecewaan bersekutu, luka dan duka
makanan harian. Seperti neraka saja saat jatuh dan terperangkap dalam
kehilangan. Semuanya terbengkelai. Kendati wajah memancarkan senyum dan tawa,
tetap saja hati segelisah pagi yang diselimuti kabut dan hujan. Kehilangan
membunuh segala rasa! Pelan-pelan ia menghasutku untuk membenci lukisan sejarah
tentang cinta, apalagi kisah Romeo-Juliet yang menjadi rujukan pun
mitologi-mitologi Yunani yang mengagungkan asmara: bahkan ada dewi cinta Aphrodite yang cantiknya melebihi para malaikat!
Atas nama
luka dari kehilangan yang semakin liar menggerogoti diri, merusak ketentraman
jiwa, maukah kamu kembali? Tak ada lain yang dapat mengembalikan semuanya
selain ikhlasmu untuk kembali. Tapi ini tawaran. Aku tak punya dalil untuk
memaksamu sebab mungkin hanya aku yang merasa kehilangan, dan kamu telah
mereguk kebahagiaan bersama orang yang lebih tepat untuk bersanding denganmu. Orang
yang lebih membuatmu nyaman. Atas nama keberartian dirimu bagiku, telah
kukirimkan seribu surat kata maaf dan harapan agar kau sedikit peduli. Tapi,
semuanya tak kuasa mendesakmu. Seluruhnya malah membuatmu kecewa dan ingin
pergi jauh-jauh. Entahlah. Mungkin adalah pilihan paling bijak untukmu agar
tidak lagi bersentuhan dengan aku yang tak lebih dari debu pada kaki manusia.
Menunggumu? Tak
ada yang menyetujuinya, bukan tidak mungkin dirimu, juga alam semesta yang
pernah mempertemukan kita entah kebetulan atau kesengajaan. Aku anggap itu
sudah ada dalam skema Yang Absolut agar aku menyempatkan diri merasakan
hangatnya cinta sebelum aku tak lagi berminat menulis lembaran baru bersama
yang lain, kecuali dengan dirimu. Ada banyak yang menentang keputusanku untuk
menunggumu. Aku terjebak ruang dan waktu yang pernah kita alami dan alami
bersama. Tetapi, semuanya aku tentang. Aku hanya akan mencintaimu. Teramat tulus
aku ingin terus berada bersamamu. Akankah kau mau? Aku tidak tahu dan sama
sekali tidak berhak mengetahuinya. Hanya harapanku terus melambung. Dalam doa
kepada Yang Tertinggi, mereka menyebutnya Tuhan (aku juga), aku selalu menyebut
namamu, lengkap tak kurang satu huruf, dan menuntut Dia agar meluluhkan hatimu
untuk menerimaku kembali, bersyarat pun tak apa.
Selesai?
Yang tinggal dari pergimu adalah kehilangan.
Yang mekar adalah harapan dalam penantian:
Kamu mau kembali kepada aku yang tak pantas
ini,
Membuat semesta menggelengkan kepala,
Sebab mereka mencemoohku,
saat
terus mencintaimu walau tak kau pedulikan!
Kembalilah!
Selamanya masih ada tempat dalam diriku
untukmu,
Jangan risau, aku ini rerumputan yang
merindukan,
Sentuhan
lembut embun pagi: kamu!
Simpang Mega Mendung_saat semuanya terlihat tak baik-baik saja!
No comments:
Post a Comment