Ada apa dengan May Day? Apa yang terjadi pada May Day? Tentunya melahirkan banyak pertanyaan fundamental dalam rana pemikiran kita semua, alasan mengapa dan apa yang menyebabkan May Day itu berlangsung. Secara data historis May Day terjadi di Amerika, dengan kasus mogok yangdilakukan oleh kaum buruh terhadap pemerintah demi menuntut hak dan kewajiban mereka.
May Day merupakan ungkapan paling memikat bagi semua orang. May Day diidetikan dengan hari pengenangan akan kaum buruh yang berproyeksi untuk menuntut kebebasan dan kemerdekaan dalam pekerjaan. Hari buruh menjadi hari bersejarah, sejarah kaum-kaum tertindas di Indonesia dan dunia dibebaskan dari kekangan pemerintah. May Day bermula di Amerika pada awal abad ke-19. Peroyek pemogokan saat itu terjadi karena kondisi pekerjaan yang panjang namun hasil dan pendapatan minim, hak-hak yang di peroleh sangat terbatas. Sekitar dari 200.000 buruh Amerika menjalankan aksi pemogokan dan menuntut keadilan. Di Indonesia aksi demonstrasi buruh terjadi pada masa pejajahan kolonial Belanda tahun 1920, unjuk rasa besar-besaran terjadi dari rakyat pribumi untuk hal yang sama seperti yang terjadi di Amerika. Unjuk rasa tersebut terjadi pada tanggal 1 Mei. Hasil dari demo yang dilakukan pada saat itu yang kemudian di anggap dan disebut sebagai hari buruh nasional.
Dilihat dari unjuk rasa kaum ploretaria terhadap kaum pemilik modal dijalankan dengan suatu motif yang sangat masuk akal dan logis, alasannya bahwa kaum ploretaria menuntut hak mereka dalam pekerjaan, mereka telah bekerja sepanjang hari namun upah diperoleh sangatlah minim. Ini merupakan akal dari kaum pemilik modal untuk memeras tenaga para kaum buruh. Tidak saja di Amerika yang mengalami kasus pemogokan kerja. Prancis juga merupakan salah satu negara yang berkiprah dan berjuang untuk membebaskan dari penguasa setempat. Hal tersebut yang kemudian memicu terjadi pembagian kelas di antara masyarakat prancis, kaum borjuis atau pemilik modal dan kaum ploretarian sebagai kelas bawahan yang tidak memiliki modal.
Sebagai kaum borjuis tentunya mereka memainkan peran yang begitu indah dalam dunia ketenagakerjaan, mereka memanfaatkan modal mereka lalu menekan kaum buruh dengan asumsi untuk bekerja kepada mereka. Penanaman modal yang dilakukan oleh kaum borjuis, kemudian menciptakan tingkatan kelas dalam struktur sosial. Kaum borjuis akan memeras habis-habisan tenaga dari parah buruh demi dan untuk keuntungan modal mereka. Konsep pemikiran dan pola perilaku inilah yang kemudian dikecam oleh seorang Marxisme atau bapa marxisme Karl Marx. Marx dengan keras mengecam statifikasi sosial itu, menurut dia dalam tatanan dan struktur masyarakat tidak ada perbedan dalam kelas sosial, semua masyarakat memiliki status sosial yang sama.
Hal ini yang kemudian melahirkan teori kelas sosial, kelas sosial yang di maksud bukan sebagai pendukung tetapi sebagai penolakan dalam pembagian kelas ini. Nah, di Indonesia sendiri sering juga kita menemukan hal yang sama seperti yang terjadi di Prancis, di mana terjadi stratifikasi sosial, yang Ningrat dianggap sebagai pemilik modal dan buruh sebagai bawahan. Tetapi sebenarnya menurut akar atau fenomena yang ditemukan bahwa kaum buruh adalah mereka yang bekerja pada suatu lembaga, instansi, atau kepada seseorang dengan maksud dan tujuan untuk mendapat upah.
Kaum buruh mencakup petani, aparat sipil negara, guru, pedagang, para polotisi negara. Mereka semua disebut sebagai kaum buruh atau kaum pekerja. Menurut Badan Pusat Statistika (BPS) mencatat sebanyak 37,02% penduduk Indonesia berstatus sebagai buruh, karyawan, dan pegawai pada februari 2021. Catatan yang diperoleh pada 2 tahun lalu mengalami kenaikan secara terus-menerus mengakibatkan kekurangan lapangan pekerjaan. Di tahun 2023, jumlah tenaga kerja semakin meningkat menjadi 146,62 juta orang naik menjadi 2,61 dibandingkan dengan tahun 2022 dan 2021. Dengan angka yang fantastis ini pemerintah menjadi pilar utama dalam memberikan dan menerbitkan lapangan pekerjaan.
Di era digital ini, kaum buruh mengalami degradasi pekerjaan, para pemilik modal lebih menekankan proyek-proyek dengan alat teknis yang diciptaka olah AI manusia. Era ini membuat kita untuk terus mengikuti perkembangannya, kaum buruh sendiri dituntut untuk mengikuti revolusi digital yang marak menguasai segala sisi bidang kehidupan manusia. Tidak tebantahkan lagi, jika ke depan tenaga manusia tidak dibutuhkan lagi, alat-alat yang akan menguasai pekerjaan. Lalu muncul pertanyaan bagaimana dengan nasib kaum buruh khususnya buruh kasar, buruh harian, mingguan dan bulanan. mungkin yang terjadi dengan diri mereka adalah kasus pengangguran, mengingat bahwa negara ini memliki cakupan buruh kasar yang lebih mendominasi dibandingkan dengan buruh yang notabene memiliki perkerjaan tetap.
Melihat fenomena kaum buruh di Indonesia, dapat diperkirakan akan terjadi penganguran besar-besaram di dunia pekerjaan, jika pekerjaan manual diganti dengan robotik, yang diperlukan sekarang bagi kaum buruh adalah bukan pada ijazah atau surat berlisensi tinggi, melainkan pada skill. Skill soft menjadi pedoman bagi kaum buruh demi menunjang kehidupan mereka, menjadi alat bagi diri mereka untuk mengatasi kemikisnan dan penganguran. Skill soft sangat diperlukan, dengan memiliki skil soft, kretif dan berwawasan yang luas dapat menciptakan suatu inovasi baru.
Seperti pada awal tulisan ini, yang menjadi musuh terbesar bagi kaum buruh bukan dari pemilik modal asing melainkan dari pemilik modal yang ada dalam negara kita sendiri. Terkadang mereka pemilik modal lebih mengutamakan diri mereka, lebih mementingkan modal mereka dan meraut modal yang besar, musuh selalu menghantui diri kaum buruh apalagi di zaman yang semakin terbuka dan digital. Dengan problem ini, pemerintah memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengatasinya. Pemerintah menjadi pelabuhan dan muara terakhir bagi kehidupan buruh di Indoensia.
Untuk perlu diperhatikan bahwa pemerintah menjadi acuan dan harapan terakhir bagi kaum buruh, pemerintah menjadi nahkoda pelayaran untuk menemukan, menentukan dan mensejahterakaan kehidupan buruh, pemerintah harus menjadi sarana untuk meyampaikan aspirasi plortariat. Pemerintah harus menjadi jalan tengah dalam mengatasi masalah-masalah antara kaum buruh dan kaum pemilik modal. Pemerintah juga menjadi portal utama dalam menanggulangi kesejahteraan raykyatnya. Menciptakan lapangan karja merupakan salah satu jalan alternatif yang dapat dibilang paling efesien dalam menagatasi terjadinya diskriminasi buruh dari pemilik modal, mengatasi banyak pengangguran dan memberikan pekerjaan yang tepat dan tetap bagi mereka.
Penulis: Arllando Masu
No comments:
Post a Comment