Bahteraku Widya Sasana
Bahteraku Widya Sasana
Sejak lama mengukir pesona dibumi pertiwi
Berpuluh-puluh tahun lamanya engkau mematut diri
Hingga engkau pantas dikabari diseluruh negeri
1 Maret 1971 awal jadwal keberangkatanmu
Jalan Talang pelabuhan itu
Sang nahkoda Rm Haryanto seolah berkata “sudah mulai”
Bersama sejuta mimpi anak-anak bangsa dan Gereja
Saat gegap-gempita arus gelombang zaman menampar pipi mungilmu
Engkau tak beranjak dari alurmu
Hingga 1976/1977 tikel terjual, tiga puluh empat
Masih banyak tempat belum ditempat,
1983 kala peralihan nahkoda
Romo Bieler kepada Rm Pareira
Kuncup-kuncup harapan tumbuh mekar
Baling-baling Widya Sasana terus melaju
Disetiap sisi kanan dan sisi kirimu tertata, kiprahmu makin menjulang
Para awak lancar melempar pukat membentang jaring
Barang sebentar saja anak negeri terjaring
Kiatmu luhur, mencerahkan iman dan budi
2014 mekar berkat, Pasca Sarjana tersembul
Asupan filsafat-teologi membuah hasil, engkau bersiul
diosesan-tarekat religius nusantara berkumpul
Menampik dalam balutan pukat Widya Sasana
Hari membasuh senja, mata perimu berkaca ketika menimang kisah silam
1997-1998 saat negeri ambruk dalam jurang krisis akut orde baru
Ratap tangis para awak dan nakkoda terdengar sendu
Lilin-lilin kecil bernyala berjejeran, memadati ruang-ruang doa
Memohon pada Sang Kuasa
Tragedy kelam pun berlalu
Ragamu kembali berseri mengarungi samudra
Paras nahkoda dan para awak ceria
Senandungkan Mars kejayaan; Widya Sasana Bahteraku
Penjaga waktu melukis goresan dua ribu dua puluh
Nahkoda dan para awakmu sukses menjaring program doctoral
Romo Armada sang nahkoda tertawa suka
Ah,,,bahteraku Widya Sasana abdimu penuh seluruh
50 tahun sudah Bahteraku Widya Sasana
Menyusuri benua para filosof dan teolog sejagat
Mengarungi semesta pengetahuan penuh sepakat
Bersama putra-putri pengagum bangsa dan Gereja
Malang 28 Mei 2021
Puisi ini ditulis untuk mengenang 50 tahun STFTWS
Baca Juga: Kisah Kasih Bersama Seorang Ibu
Senyum suci
Aku masih belia
Saat perjupaan awal kita
Belum banyak yang kuketahui tentangmu
Tetapi banyak yang mengagumi abdimu
Semua yang ada punya awal dan akhir
Hidup juga memiiki akhir
Engkau mengatakannya kala itu
Aku mengangguk setuju
Seperti mei ijin pamit
Juni menyahut ikut
Semua tidak tinggal tetap
Semua berubah, begitu cepat
Diusia mudaku rupamu hadir kembali
Menemani kesendirianku diruang belajar
Kau menasihatiku, “jangan lekas gentar”
Kau baru mulai
Lenganmu menjinjing Sabda Suci
Senyum pun kau beber dengan karsa tulus nian suci
Aku sedikit gerogi
Kau menyahut,,, eh, matamu
Mengenang almarhum Romo Pareira., O.Carm,
(Malang 2021)
Baca Juga: Puisi: Berharap Seperti Kemarin
No comments:
Post a Comment