Iklan

Aku Memilih-Nya (Cerpen Belarminus Budiarto)

Redaksi
Friday, 5 August 2022 | August 05, 2022 WIB Last Updated 2023-10-08T14:41:22Z




Oleh: Belarminus Budiarto


Inspirasiindo.Com- “Cinta tak harus memiliki”. Demikianlah salah satu judul lagunya Charli, seorang vokalis “Setia Band” yang dulu dikenal dengan nama ST12.

Makna lagu ini sebenarnya mau menyadarkan semua orang akan arti pentingnya sebuah ketulusan hati untuk mengikhlaskan dan merelakan apa yang sebenarnya bukan menjadi milikku ataupun milikmu.


Cinta yang sempurna adalah ketika seseorang mampu memberikan seluruh hidupnya kepada Sang Pemilik Cinta (Tuhan). Ketika seseorang tahu bahwa cinta sejatinya adalah “Dia”, maka ia akan berani melepaskan segalanya sekalipun itu adalah keluarga, sahabat atau bahkan kekasihnya.


Cinta yang sama juga dialami seorang biarawan yang bernama Dika. Sebelum Dika memutuskan untuk melanjutkan hidupnya sebagai seorang biarawan, ia memiliki hubungan asmara dengan seorang yang bernama Lia.


Dika dan Lia diketahui sudah menjalin hubungan, sejak kelas satu sampai kelas tiga SMA. Mereka kebetulan satu sekolah. Teman-teman di sekolah bahkan guru-gurunya pun sudah mengetahui hubungan keduanya. Mereka terkenal sebagai pasangan yang serasi dan romantis. Keduanya sama-sama smart, selalu mendapatkan rangking di sekolah, bahkan keduanya berlomba-lomba merebut siapa yang terbaik di antara keduanya. Dengan bermodalkan pintar, cakep, berwibawa, dijuluki teman-teman di sekolah menjuluki mereka sebagai pasangan favorit.




Pada suatu ketika, kepala sekolah mereka (seorang imam) mendatangkan dua orang frater untuk mengadakan promosi panggilan ke sekolahnya. Semua siswa diwajibkan untuk mengikuti test yang akan diadakan oleh kaum biarawan tersebut. Test itu akan berlangsung di gedung aula milik sekolah. Kegiatan pun dimulai. Salah seorang frater mulai menyapa mereka: selamat siang teman-teman semuanya, apa kabar? Saya berharap kalian semua dalam keadaan sehat. Beberapa siswa menjawab sapaan itu.


"Selamat siang juga kakak frater, puji Tuhan kami semua dalam keadaan sehat." Jawaban mereka terdengar belum kompak. Lalu frater itu menyapa mereka sekali lagi dengan penuh semangat. Selamat siang semuanya. Selamat siang juga kakak frater. Kali ini mereka menjawabnya kompak.


Suasana di kelas itu menjadi ramai seketika. "Nah...begitu dong teman-teman, ini baru terdengar semangat, frater itu pun memuji dan menyemangati mereka. Baik teman-teman, sebelum kita melanjutkan kegiatan, marilah kita berdoa terlebih dahulu".


Salah seorang frater lalu mengangkat doa pembukaan kegiatan itu. Seusai berdoa, salah seorang frater melanjutkan pembicaraan.


"Tak kenal maka tak disayang, oleh karena itu, kami akan memperkenalkan identitas kami masing-masing. Berhubung jumlah kalian terlalu banyak dan waktu kita tidak cukup, maka pengenalan identitas ini akan dilakukan oleh kami saja".


"Setuju...". ujar kedua frater itu.


"Setuju kakak frater". Jawab siswa serempak. Perkenalan pun dimulai.


Para frater mulai memperkenalkan diri mereka masing-masing. Dialog pun berlanjut. "Teman-teman adakah yang tahu apa maksud dan tujuan kami ke sini?" Tanya salah seorang frater kepada mereka.


Serentak Dika mengangkat tangan dan mengacungkan jarinya sembari berkata: "saya tahu Ter. Ok.....namamu siapa?" Tanya salah seorang frater kepadanya.


"Namaku Dika, Ter. Ya, silahkan Dika", ujar frater itu. "Tujuan para frater ke sini ialah untuk mempromosikan panggilan," jawab Dika singkat. Jawabanmu betul sekali adikku. Baik-baik teman-teman semua seperti itulah maksud dan tujuan kedatangan kami.


Lalu salah seorang frater itu memberikan pertanyaan baru kepada mereka. Silahkan menulis apa yang kalian mengerti tentang panggilan, Mereka segera menulis dan membaca hasil jawaban mereka. Dika mendapat giliran yang terakhir. Jawaban Dika cukup berbeda dari teman-teman yang lain.


Dika menguraikan jawabannya sedemikian rupa, singkat, padat, jelas dan bermakna sehingga mudah dipahami. Hal itu sontak membuat semua yang hadir kagum kepadanya termasuk para frater. "Kita beri tepuk tangan untuk Dika", ucap salah seorang frater itu.


Dikapun menuai pujian dari para frater dan teman lainnya. Hal itu membuatnya tersenyum bahagia. Para frater juga memuji teman-teman yang lain sehingga membuat suasana tetap hangat. Jawaban teman-teman yang lain juga bagus sekali. Kalian semua sangat pintar.


Mereka melanjutkan sesi berikutnya yaitu, test. Masing masing siswa mendapatkan satu buku yang cukup tebal di mana di dalamnya termaktub soal-soal ujian. Durasi waktu yang diberikan untuk mengerjakan soal itu ialah satu jam. Para siswa pun mulai mengerjakan soal-soal itu.


Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Alhasil, mereka semua mengerjakan ujian tepat pada waktunya. Kegiatan mereka diakhiri dengan doa. Pertemuan mereka pun berkahir sampai di situ. Sebelum berpamitan pulang, mereka menyempatkan diri untuk bercanda gurau bersama. Para siswa masing-masing menrima brosur dari kedua frater itu.


Dua bulan kemudian, hasil kelulusan test diumumkan kepala sekolah. Para murid diminta untuk berkumpul di halaman sekolah. Kepala sekolah mulai membaca nama-nama siswa yang lulus test tersebut. Hasil test itu menunjukkan bahwa dari sekian banyaknya siswa yang mengikuti test, hanya ada 6 orang yang dinyatakan lulus. Dika juga termasuk di antaranya.


Dika dan teman lainnya sontak menuai banyak pujian dari kepala sekolah dan para guru. Selamat ya untuk kalian semua terlebih khusus untuk nama-nama yang sudah dibaca tadi, ucap kepala sekolah. Mereka lalu dipersilahkan maju untuk berjabat tangan dengan kepala sekolah dan guru-guru lainnya. Dika juga mendapat ucapan yang istimewa dari Lia, pacarnya.


"Selamat ya Dika, kamu sudah lulus test. Kamu tak pernah bosan-bosannya membanggakan aku, teman-teman dan sekolah kita. Dari awal aku sudah menduga bahwa kamu pasti lulus". Lia memujinya sembari menepuk pundak Dika. Terimakasih juga untukmu Lia, kamu selalu mendukung aku. Ujar Dika senyum.


Tiba-tiba terdengar suara bel. Waktu menunjukkan pukul 01:00, pertanda bahwa waktunya bagi mereka untuk kembali ke rumah. Percakapan keduanya pun berakhir. Lalu mereka kembali ke rumah masing-masing.


Waktu terus berputar. Dua Minggu lagi Ujian Nasional (UN) akan dilaksanakan. Inilah saat-saat yang menegangkan di mana semua siswa/siswi dituntut untuk belajar sekeras mungkin dan mempersiapkan diri dengan baik. Tak lama setelah itu, tibalah waktunya bagi Dika, Lia dan teman lainnya untuk melaksanakan UN. Alhasil, mereka dapat melewati beberapa hari ujian itu dengan lancar.


Penantian selanjutnya ialah pengumuman kelulusan. Berita kelulusan akhirnya diumumkan. Hasil kelulusan menyatakan bahwa mereka semua lulus dengan hasil yang sangat memuaskan. Dika berhasil mendapat juara 1 umum matematika dan bahasa Inggris dan diikuti Lia di posisi kedua. Dika dan Lia sangat bahagia dan menangis terharu dengan hasil yang diperoleh.


"Selamat ya Dika, akhirnya kita semua lulus. Selamat juga karena kamu berhasil mendapatkan juara 1 umum untuk sekolah kita. Aku benar-benar bangga dan semakin jatuh hati kepadamu," ujar Lia memuji Dika sembari tersenyum bahagia.


Dika hanya mengangguk-angguk kegirangan mendengarkan pujian kekasihnya. "Aku juga bangga kepadamu, selamat juga ya untukmu".


Riko tiba-tiba muncul dan menghampiri Dika dan memujinya. Selamat untukmu temanku. Kamu selalu menjadi yang terbaik di sekolah kita. Terimakasih kembali sobat untuk doa dan dukunganmu. Ucap Dika seraya memeluk Riko, temannya.


Hari itu merupakan sejarah tersendiri bagi Dika dan teman-temannya. Lalu mereka semua kembali dengan penuh kegembiraan bagai orang-orang yang dikisahkan dalam Kitab Suci: Orang-orang yang menabur dengan bercucuran air mata akan menuai dengan bersorak Sorai.


Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya (Mzm 126:5-6). Ya, seperti itulah kebahagiaan mereka hari itu. Perjuangan yang membahagiakan. Satu fase telah mereka lalui. Sebentar lagi mereka semua akan segera melanjutkan pendidikannya masing-masing di perguruan tinggi.


Waktu terus beralih. Tanpa sepengetahuan Lia dan kedua orangtuanya, Dika ternyata sudah berniat untuk masuk biara. Ia merahasiakan semuanya dari siapapun. Ia pun sudah mendaftarkan diri di salah satu biara secara diam-diam. Dika tak tahu harus bagaimana menyampaikan yang sebenarnya kepada orangtuanya juga kepada Lia. Apalagi kedua orangtuanya sudah merekomendasikan dia untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi.


Waktu pun berlalu. Di sore yang cerah itu, Dika merenungi hidupnya di dalam kamarnya. Ia sangat bimbang dengan keputusannya bahkan ia menyalajkan dirinya sendiri dengan keputusannya itu. Apa yang harus aku lakukan sekarang. Jika aku jujur dan mengatakan yang sebenarnya kepada orangtua dan Lia, mereka pasti akan terluka dan sakit hati. Seketika hati kecilnya meronta-ronta.


"Tuhan....berilah hambamu petunjuk". Dika pun menangis dan segera berdoa. Ia bersujud di hadapan salib Yesus lalu berdoa kepada-Nya. Dalam doanya Dika memohon: Tuhan, jikalau ini adalah jalan terbaik yang Engkau tunjukkan kepadaku, permudahkanlah rencanaku. Dan aku mohon pula berikanlah hati yang ikhlas bagi kedua orangtuaku, Lia dan semua orang yang kucintai agar mereka menerima keputusanku dengan lapang dada. Hamba-Mu sungguh menyadari akan ada hati yang terluka ketika aku harus melanjutkan pilihanku untuk menjadi alat-Mu. Aku percaya penuh kepada kehendak-Mu, Amin.


Setelah berdoa Dika mendapatkan kecerahan, pikirannya mulai tenang dan raut wajahnya sudah kembali bersinar. Terimakasih Tuhan, cinta-Mu sungguh nyata. Dalam situasi seperti ini Dika tetap bersyukur kepada Tuhan, sebab doanya sudah didengarkan dan dikabulkan Tuhan.


Tanpa basi-basi Dika segera mandi dan mempersiapkan diri untuk menemui kedua orangtuanya. Ia bergegas keluar dari kamarnya dan menghampiri kedua orangtuanya di ruang televisi. Selamat sore semuanya. Sapa Dika sambil memeluk kedua orangtuanya serta dua kakaknya yang sedang menonton televisi di sore itu. Mereka pun saling bertegur sapa dan berbagi cerita sembari menikmati sepiring kue tar dan disguhkan kopi hitam.


Suasana sore itu semakin berwarna, bahagia, damai karena mereka masih menyempatkan waktu untuk kumpul bersama. Dik, mengapa kamu tidak istirahat siang? tanya mamanya dengan nada yang lembut.


"Aku tidak mengantuk ma. Aku malas tidur melulu, aku takut gemuk saja. Nanti kalau aku gemuk, aku seperti king-king yang ada di film-film itu". Dika menjawabnya dengan candaan. Hahahahahahaha....kedua kakaknya langsung tertawa mendengarnya dan serentak mengolok-olok Dika. Semua keluarga pun ikut tertawa.


Namun di balik itu ada satu hal yang terus menghantui pikiran Dika. Ia belum berani menyampaikan semuanya. Ia tidak mau merusak suasana di sore itu. Hati nuraninya terus bergulat: Tuhan...bantu aku untuk mengatakan semuanya, Amin. Hati Dika kembali tenang. Ia sangat berharap agar waktu cepat berlalu agar segera berkomunikasi dengan orangtuanya tentang situasinya.


Tak terasa malam pun tiba. Dika menentukan waktu yang tepat untuk bertemu secara pribadi dengan orang tuannya. Persis setelah makan malam, Dika langsung menghampiri kamar orang tuanya.


Tok..tok...iya....siapa? Tanya papanya. "Ini aku Dika pa. Oh kamu nak, silahkan masuk, papa kira siapa."


Dika segera membuka pintu kamar. Ia langsung menghampiri kedua orangtuanya sambil memeluk keduanya. Seketika air matanya jatuh membasahi pipi mungilnya. Papa mamanya seketika kaget. Loh..loh...anaknya papa-mama, kok.. tiba-tiba nangis? Adik kenapa, ada masalah, diputusin pacar, dimarahi sama kakak-kakakmu? Tanya mamanya dengan nada yang manja sembari mengusap air matanya. Anak mama gak boleh nangis ya? sudah remaja sebentar lagi mau masuk kuliah. Ayah yang berada di sebelahnya ikut menenangkan Dika bisa sembari mengelus-elus kepala Dika.


Dika sedikit mulai tenang berada di pelukan orang tuanya. Ia perlahan-lahan melepaskan pelukan papa-mamanya. Dika mulai berbicara sambil memegang erat kedua tangan orangtuanya. Pa...ma....aku mau menyampaikan sesuatu yang penting kepada kalian, dan aku berharap kalian bisa menerimanya dengan lapang dada. Sebenarnya...sudah lama aku memendam isi hatiku ini, tapi aku belum sanggup untuk menyampaikannya kepada kalian semua. Akhirnya ia mulai berterus terang. Aku sudah berniat untuk masuk biara, dan ini adalah keputusanku. Aku benar-benar meminta maaf karena belum sempat memberitahu kalian sebelumnya. Aku berharap kalian menyetujui dan mendukung pilihanku ini. Mendengar itu, orangtuanya langsung menangis terharu dan memeluk erat Dika. Mereka bertiga pun menangis dan berpelukan mesra.


Tak lama kemudian, ayahnya mulai bersuara mewaikili istrinya. Nak, papa dan mama sangat terharu mendengarnya. Kami sangat-sangat bangga dan bersyukur. Kamu sudah dewasa, dan kamu sudah berani mengambil keputusan dan menentukan pilihan hidupmu untuk menjadi pelayan Kristus. Kami sangat menyetujui dan mendukung pilihanmu karena papa dan mama sudah berjanji agar apapun keputusan seorang anak untuk menentukan pilihan hidupnya harus kita dukung, selagi itu baik dan berguna bagi masa depan mereka. Itu yang kami janji Nak, demi untuk kebaikan dan kebahagiaan anak-anak. Pilihanmu adalah suatu tugas yang sangat mulia, papa dan mama sangat senang mendengarnya. Papa dan mama serta kami semua akan selalu berdoa untuk perjalananmu. Pesan papa, apabila nanti kamu sudah hidup membiara, jaga diri baik-baik, selalu berdoa untuk kami dan tetaplah menjadi pribadi yang baik dan bertanggung jawab dalam setiap tugasmu nanti. Kami semua sangat menyayangimu.


Dika dan mamanya tak tahan membendung air mata mendengarkannya. Ayahny kemudian mengusap air mata Radit dan istrinya. Mereka bertiga pun tersenyum kembali. Terimakasih banyak ya pa, ma untuk doa restu dan dukungan kalian, aku juga sangat mencintai dan menyayangi kalian semua.


Lalu Dika kembali ke kamarnya dengan penuh sukacita. Sesampainya di kamar terngiang seketika nama Lia dalam benaknya. Ia segera membuka hand-phonenya. Ketika dibukanya ada begitu banyak pesan masuk dari Lia. Ia perlahan-lahan membaca pesan-pesan itu. Di bagian terakhir pesan Lia tertulis: Maafkan aku Dika, yang mungkin sudah menggangu waktu istirahatmu malam ini. Aku hanya mau bilang kalau aku sayang sama kamu, jaga kesehatan, jaga hati dan aku selalu merindukanmu, I love you dan selamat tidur. Meski what’s up Lia gak lagi online, Dika tetap menyempatkan waktunya untuk mengirim pesan kepada Lia.


Selamat malam juga orang yang paling aku sayang, aku meminta maaf baru bisa membalasnya sekarang. Tadi aku ada sibuk sedikit. Aku juga akan selalu sayang dan mendoakanmu. Selamat malam dan selamat beristirahat juga. Have a nice dream. I love you too. Pesan itu segera terkirim, tetapi belum sempat dibaca oleh Lia. Tak sadar Dika kembali menjatuhkan air matanya.


Seketika ia kembali rapuh meski sebelumnya sudah dikuatkan orangtuanya. Dika mengalami dilema yang besar malam itu. Ia bergulat sendirian. Ia hanya bisa berpasarah dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Dia kembali tenang setelah berdoa. Ia pun segera beristirahat.


Tak terasa pagi pun tiba. Dika dibangunkan oleh alarm yang semalam di pasangnya. Waktu menunjukkan pukul 06:00. Ini kali pertamanya Dika bangun lebih awal selama masa liburannya. Ia segera bangun, membereskan kamarnya dan mandi. Seusai mandi Dika langsung video call Nia. Muncul tulisan Berdering di handphonenya. Syukurlah Lia aktif, katanya sembari senyum-senyum sendiri.


Tiba-tiba muka Lia nampak di layar handphonenya. Ia segera menyapanya: Hay Lia, selamat pagi dan semangat pagi untukmu. Tak lupa ia meminta maaf soal kejadian semalam. Aku juga mau meminta maaf. Tadi malam tidak sempat memberitahu kamu kalau aku ada sibuk. Gak apa-apa kok, aku ngerti. Karena Lia masih ngambek dengan Dika, maka ia menjawab seadanya. Ia Dika..gak apa-apa kok, aku mengerti, kamu kan orang sibuk. Dika yang melihat ekspresi Lia kesal seketika tersenyum. Dika pun segera membujuknya bercanda: Maaf, ini dengan Lia ya, kok jelek sih, Lia yang aku kenal itu cantik, selalu senyum dan lembut, tapi ini kok ngambek melulu. Mungkin aku salah orang ya mbak, kalau begitu aku matikan saja ya mbak.


Lia yang dikenal lembut memang tak terpancing emosi oleh ucapan Dika. Apaan sih kamu Dika, aku gak marah kok, Ujar Nia meyakinkan Dika. Nah..gitu dong... cantiknya udah mulai kelihatan. Dika sedikit memuji dan membuat Lia kembali tersenyum. Wajah Lia kembali bersinar seperti orang yang sedang jatuh cinta pertama kali. Kamu itu ya, lain kali kalau ada kesibukan mesti kabarin aku, supaya aku gak cemas dan kepikiran. Ujar Nia sambil tertawa lebar.


Keduanya pun tertawa bareng sambil menikmati percakapan. Saat itu, Dika belum berani menyampaikan keputusannya kepada Lia bahwa ia akan masuk biara. Ia tak mau melihat Lia menangis dan membuatnya terluka. Ia memutuskan untuk menyampaikannya di waktu yang tepat. Dika tiba-tiba dipanggil mamanya untuk sarapan pagi. Lia, sekian dulu ya, sekali lagi aku minta maaf ya, sekarang aku mau sarapan pagi. Da........Ok. Aku udah memaafkan kamu kok. Selamat pagi. Da......see you next time. Jangan lupa kabarin aku ya. Mereka pun menyudahi komunikasi di pagi itu dengan lancar, tanpa ada yang terluka.


Tak terasa hari-hari pun berlalu. Dika dan Lia melewati hari-hari libur dengan berjalan-jalan keliling kota. Seminggu lagi Dika akan segera masuk biara. Inilah waktu yang tepat baginya untuk menceritakan semuanya ke Lia bahwa ia akan segera masuk biara. Mungkin juga ini adalah waktu yang menyesakkan, waktu yang menyakitkan baginya dan bagi Lia selama hidupnya. Ia sungguh tidak tega menyakiti orang yang paling disayanginya. Ia tak bermaksud menduakan bahkan mengkhianati Lia. Ia hanya wajib melaksanakan kata hati nuraninya.


Setelah merenung beberapa saat, Dika segera mengambil handphonenya untuk mengabari Lia. Kali ini dia mengabari Lia dengan cara yang berbeda, bukan lagi menggunakan via WhatsApp tetapi menggunakan via telephone biasa. Ia tak mau menatap wajah Lia, karena ia tahu akan ada tangisan yang terjadi. Ia segera menelepon Lia. Beruntung, nomor Lia segera terhubung. Terdengar suara Lia menyapa: Hallo, selamat siang Dika, kok tumben telephone biasa siang-siang begini? Tanya Lia penasaran.


"Hallo Lia selamat siang juga, mohon maaf sebelumnya sudah menggangu aktivitasmu. Ada hal penting yang mau aku bicarakan sama kamu hari ini. Dan aku berharap kamu jangan marah atau bahkan membenci saya, ujar Dika".


"Hal penting apa?" Nia pun mulai berprasangka buruk.


"Oh....aku tahu, kamu mau memutuskan hubungan kita karena kamu sudah memiliki wanita lain, iya kan Dika?" Dika yang mendengar ucapan Lia seketika syok. Ia juga berusaha meyakinkan Lia dan memberinya pengertian.


"Bukan seperti itu Lia, sebelumnya aku mau meminta maaf, karena baru memberitahu kamu soal masa depanku. Selama ini, aku sudah berefleksi dan memutuskan untuk memilih hidup sebagai seorang biarawan. Sekali lagi aku meminta maaf. Aku tidak bermaksud membuatmu terluka, aku hanya ingin mengabdikan diriku kepada semua orang, mulai saat ini aku ingin belajar mencintai semua orang. Aku tahu, ini berat sekali untuk kita berdua, tetapi aku mau kita berani untuk menerima dan mengikhlaskan satu sama lain. Aku berharap, kamu mengerti dengan situasi ini dan menerima semua keputusanku. Aku hanya bisa berdoa agar Tuhan memberikan seseorang yang tepat, yang lebih baik dari aku dan bisa membuatmu bahagia selamannya". Air matanya tiba-tiba mengalir.


Lia yang mendengar itu pun ikut menangis sembari berkata: "Kamu pasti sedang membohongiku. Kamu pasti sedang bercanda, Iya kan Dika?"


Lia masih belum percaya akan apa yang terjadi. Air matanya terus mengalir. Nia kembali berbicara dan spontan mengeluarkan amarahnya: Inikah cara kamu mencintai aku? aku benci sama kamu, aku benci....kamu tega menyakiti aku, mana janji yang kamu ucapkan selama ini, mana......mana Dika. Kenapa kamu memberikan harapan yang palsu kepadaku....kamu tega Dika...kamu tega. Dika yang mendengar itu hanya terpaku membisu dan menangis, ia bahkan tak mampu membendung air matanya sendiri. Tetapi, itulah yang terjadi, ia harus menerima semuanya.


Dika kembali bersuara dan berusaha menenangkan Lia. "Lia..maafkan aku, jujur, aku sama sekali tidak bermaksud menyakiti dan mengecewakan kamu, aku juga tidak bermaksud menduakan kamu. Aku hanya menuruti kata hatiku, aku mau mewujudkan niatku untuk menjadi biarawan. Dan aku berharap kamu mau menerima keputusanku.


Hati Lia semakin terluka, bagai sedang teriris pisau mendengar semua ucapan Dika. Tak ada yang bisa dilakukan selain menangis dan menangis. Dika tak berhenti memberi pengertian ke Lia.


Lia...aku berjanji akan selalu mendoakan kamu, aku akan tetap mencintai kamu seumur hidup dengan caraku, aku akan tetap memohon kepada Tuhan agar kamu bahagia dan mendapatkan pengganti yang terbaik dalam hidupmu. Aku mohon..kamu bisa menerima segala keputusanku.


Lia yang mendengar itu tak lagi menangisi keadaannya, ia segera mengusap air matanya. Ia tak mau berlarut dalam kesedihan. Kali ini Lia merasa terharu dengan kesungguhan dan niat Dika untuk menjadi seorang biarawan. Pintu hati Lia mulai terbuka dan menerima keputusan Dika.


Lia pun kembali bersuara: "Dika....aku juga meminta maaf kepadamu, aku sudah terlalu mencintai kamu sampai aku lupa untuk mengikhlaskan apa yang sebenarnya bukan menjadi milikku. Aku tidak mau merebut kamu dari-Nya. Aku memang tadi sempat kecewa mendengar segala ucapanmu tadi, tapi saat ini aku baru menyadari bahwa cintamu kepada Tuhan jauh lebih besar dari segalanya. Dari kamu, aku belajar apa artinya ketulusan dan keikhlasan. Aku hanya mau mengatakan satu hal, aku bangga kepadamu, aku salut dengan niat dan keputusanmu. Semoga kamu selalu bahagia dengan pilihan hidupmu, tetap menjadi pribadi yang baik dan wujudkan impianmu. Kita akan tetap saling berdoa, mencintai dan mendukung melalui jalan dan panggilan kita masing-masing. Semoga suatu saat nanti kita bisa bertemu kembali dengan situasi yang berbeda."


Dika sontak menangis terharu dan bahagia mendengar ucapan Lia. Dika tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih kepada Lia. Sekali lagi terimakasih banyak Lia sudah mendukung dan mendoakan aku, doa yang sama juga untuk dirimu. Percakapan mereka pun selesai.


Pada akhirnya cinta antara Dika dan Lia berubah menjadi sebuah persahabatan. Cinta mengajarkan keduanya untuk berani mengikhlaskan apa yang bukan menjadi miliknya.




Dika pun masuk biara dan bahagia menjalani hari-hari hidupnya sebagai seorang biarawan bersama rekan-rekan sekomunitas. Segala bentuk proses dilewatinya dengan baik selama bertahun-tahun dan pada akhirnya ia ditahbiskan menjadi seorang imam.


Demikian halnya dengan Lia. Lia bahagia menjalani hidupnya sebagai seorang awam dan kini ia menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga bagi keluarganya.


The End






By: Armyno Budiarto


Penulis adalah seorang pemuda asal Cumbi, Manggarai dan saat ini tinggal di Jakarta.
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Aku Memilih-Nya (Cerpen Belarminus Budiarto)

1 comment:

  1. Mohon maaf yang sebesar-besarnya dari saya untuk kesalahan pengetikan kata "dijuluki" di kalimat terakhir bagian kedua. Kalimat yang sebenarnya ialah: teman-teman di sekolah menjuluki mereka, dst. Terimakasih untuk pengertiannya. Salam literasi.

    ReplyDelete

Trending Now

Iklan