Oleh: Nonik jelaha
InspirasiINDO.com-Jawaban akan segala doa belum tentu semuanya di kabulkan. Aku sering membisik kepada Tuhan segala impian dan harapanku. Setiap malam, sebelum tidur aku selalu berdoa agar Tuhan mengabulkan permintaan dan permohonanku yang paling dalam. Di setiap ujud doaku tentang semua harapan yang kubiarkan Dia mendengarnya, aku selalu pasrah dan berharap agar dalam hidupku Dia menjadi pelindung dan penolong bagi keluargaku.
Baca Juga: Antologi Puisi Maria Kanosa Bamul
Aku sering berdoa kepada-Nya, “Tuhan satu hal yang aku minta; bolehkah Engkau tidak mengambil sesuatu dari hidupku? Namun, aku tahu, Engkau punya kuasa atas kehidupan ini. Biarlah Engkau mengambil sebagian hari-hari bahagiaku tapi, jangan surgaku dan cinta pertamaku, karena Engkau tahu aku mempunyai sayap yang kuat berkat mereka, dan merekalah sayapku” tapi tidak dengan harapanku. Aku terlalu berharap pada-Nya. Aku yakin Dia akan melakukannya. Namun, Tuhan lebih membiarkan segala sesuatu berpihak pada kekuasaan takdirnya. Harapanku kepada-Nya berakhir sia-sia.
Pengalaman buruk yang menimpa hidupku dan segenap keluarga kecilku beberapa tahun yang lalu masih membekas dalam ingatanku. Tuhan mengambil orang terhebat dari keluargaku. Sayap kananku patah dan hilang. Aku mengalami masa suram, dan beku impianku pada peristiwa itu, sampai aku benar-benar hancur dan tidak ada gairah untuk melanjutkan pendidikanku, tapi niatku tidak bisa dibatalkan oleh karena pengalaman kepergian ayahku. Aku sedikit kuat waktu itu. Namun, Tuhan telah memberikan kunci kebencian pada diriku. Aku benci pada peristiwa itu. Hari demi hari, aku hanya memiliki rasa benci sekaligus sedih. Sebab, aku tak pernah paham mengapa ayahku begitu cepat diambil oleh Tuhan. Tuhan, aku belum mampu berdiri sendiri, apalagi berjalan sendiri di lorong waktu yang masih panjang dan penuh dengan kenyataan sulit ini. Aku tak kuat, Tuhan. Aku masih membutuhkan kehadirannya. Membutuhkan kasih sayangnya. Aku masih membutuhkan pelukan dan cintanya. Aku sangat merindukan dia, Tuhan.
Hari demi hari aku bagaikan sekuntum bunga, mekar di saat senang, dan layu di saat sedih. Dinamika hidupku berantai dan berantakan. Kucari jalan terbaik demi melenyapkan yang buruk. Tapi, semuanya berjalan beriringan. Barangkali hatiku terlalu berharap lebih dari yang kuimpikan. Namun, Tuhan berkehendak lain. Sekarang aku biarkan kisah buruk itu tersimpan dalam sejarah terburuk dalam hidupku. Biarkan kenangan terburuk itu merajalela dalam kekelaman rinduku.
Baca Juga: Maria dalam Genggaman Allah (Sebuah PercakapanHati)
Sekarang aku hanya memiliki ibuku. Aku yakin dia akan menjadi pelita dan penguat bagiku. Walaupun terkadang aku iri ketika melihat temanku bermesraan dengan ayahnya. Tapi, tidak apa-apa. Aku harus kuat, aku harus menguburkan jenazah masa laluku di kuburan waktu. Aku akan mulai mendaraskan mazmur suka citaku di hari ini, besok dan akan datang. Sebab, “aku yakin masih ada surgaku yang menantikan hari itu terjadi, pasti suatu saat nanti dia pasti akan menggantikannya 2 kali lipat yang sangat berarti bagiku”. Aku tetap berharap walau belum tahu Happy endingnya bagaimana.
No comments:
Post a Comment