https://www.popbela.com/relationship/dating/anisya-fitrianti/hal-yang-bikin-pria-kehilangan-wanita
I
InspirasiINDO.com-Malam pertama,
semenjak jubah yang Kau anugerahkan aku lepas dengan penuh syukur sebab diri
yang mahalemah di hadapan kemahakusaan-Mu, aku habiskan dengan menatap langi
yang diam dan tenang dalam keagungannya. Semuanya terasa lengang. Seakan
bisikan angin yang senantiasa menyenggol dedaunan mawar itu bungkam dan pergi
berkhalwat dalam keheningan. Aku bukannya kecewa atau menyesal dengan langkah
yang telah kuambil. Hanya, kesendirian yang menyata dalam keramaian begitu
kurasakan malam ini. Waktu rasanya tak bergerak. Semuanya berhenti. Tanpa
merasa kasihan.
Tapi
diatas semuanya, diatas segala sepi yang kadang membunuh sebagian manusia dan
menempatkannya ke alam setengah hidup, aku bangga pada Tuhan yang tiada pernah
membiarkanku gamang dan membusuk dalam permenungan sekali lagi, lagi, dan
seterusnya, dan seterusnya. Di sisiku ia hadirkan begitu banyak orang yang
mencintai-mengagungkan kebebasan dan kebaikan yang seharusnya meraja di atas
bumi dan kekal di surga. Orang-orang hadir dalam keutuhannya dan memberi arah
seperti empat penjuru yang senantiasa menuntun manusia dalam peziarahan hidup
entah ke timur, barat, selatan, utara, dan pelbagai lainnya. Orang-orang yang
menghormati segala apa yang kita putuskan di tengah dunia yang dijamuri
keumuman dan belenggu keseragaman. Orang-orang yang memulyakan kebebasan dan
kemutlakan fungsi kehendak bebas yang mengalir dari Tuhan, Yang Tertinggi,
tanpa pemaksaan dari-Nya, sepenuhnya ada pada manusia untuk memilih yang mana.
Sejatinya,
kita sama. Menjalani pilihan yang satu, dan membiarkan yang lain dijalani oleh
mereka yang memilih untuk menempuhnya. Kita sama-sama dalam peziarahan menuju
ke: entah ke mana, tak ada kesepakatan, tak ada kepastian, tak ada kemutlkan!
Kita semua hanya berarak menuju ke ‘alam masa depan’ yang kabur namun
pelan-pelan kita gariskan sendiri dengan bantuan bimbingan dan rahmat Sang Ada.
Saat ini aku benar-benar bahagia dan bertekad untuk benar-benar menceburkan
diri dalam fenomena hidup yang menuntut perjuangan, harapan, cinta, dan Tuhan.
Di
penghujung malam pertama ini, ketika matahari sedikit menyiasatkan sinarnya
agar menembus kaca gelap itu, aku semakin sadar bahwa aku dan siapapun berada
dalam pilihan, dan aku bersukacita dalam apa yang telah kurangkul sendiri
kendati terikat dengan sejarah panjang hidup yang selalu berada dalam
keramaian. Aku berikhtiar untuk memaknai hidup yang baru saja kumulai dengan
menantang semua ketidakpastian dengan sepenuhnya-seutuhya: jiwa, raga, tubuh,
mimpi, harapan, semuanya!
Mari
kita memulai semuanya. Aku akan berjuang mati-matian. Semoga Tuhan selalu
mengiringi langkah yang tak mungkin tanpa-Nya, hati yang tak utuh tanpa
sentuhan-Nya, otak yang low memory tanpa cahaya suci-Nya, dan mimpi yang
mengambang tanpa koneksi dengan kehendak-Nya yang pasti. Tuhan, Sang Ada yang
kepada-Mu aku bergantung-berpartisipasi, Aku “meninggalkan” Engkau untuk
Engkau!
Malang, dikontrakan,
hujan tumben turun, 10 Juni 2022!
II
Tiga hari setelah
aku mengembalikan rahmat istimewa yang dianugerahkan Tuhan padaku, jubah itu,
sebab aku memilih jalan lain yang juga dilengkapi rambu-rambu yang menuntun
diriku menuju-Nya, kamu memutuskan untuk pergi.
***
Janjimu tiada
lagi berarti. Binasa bersama pengkhianatan yang sulit namun dengan mudah kamu
limpahkan pada aku yang mencintaimu. Aku paham alasanmu tak dapat kutentang.
Tapi, harus kamu tahu aku tak pernah menjadikanmu sebagai sebab dari keputusan
yang telah kugumuli sejak sekian lama dan pada akhirnya kutetapkan dengan
mantap. Bukankah aku sering mengatakannya padamu, Jey, perempuan terlalu lembut
untuk dijadikan alasan dan sebab. Dan aku tidak akan pernah berpaling dari
jalan terberi nan luhur ini hanya karena tatapan anggun para wanita. Pikirmu
ini alasanku, dan kamu adalah satu di antara perempuan yang kau maksudkan
sendiri. Jey, dalam hal ini kuberani menentangmu. Kamu salah. Tak apa. Aku tak
ingin memperpanjang perdebatan yang tidak akan berujung ini. Kamu telah sering
kali kubisiki bahwa namamu bukan alasan dari semua kepergian yang ditentang
separuh semesta ini.
Aku mencoba
menerima kepergianmu yang menurutku terlalu banyak meninggalkan luka yang tak
sesingkat jatuh cinta tuk disembuhkan. Sudahlah. Urusan sakit hati akulah
ahlinya. Kamu tahu sendiri selama lima tahun aku pernah memendam luka karena
ditinggal pergi tanpa kata-kata penjelasan yang menenangkan hati. Apalah
artinya lagi duka yang kau buat. Aku pasti bisa mengatasinya, tak peduli berapa
lama waktu yang kubutuhkan. Aku terkadang masih berniat memperjuangkanmu meski
kamu tak lagi memberi kesempatan untuk bertemu seperti malam-malam yang kita
habiskan bersama di tengah riuhnya kota ini.
Kepergianmu terlampau
cepat,
Seperti embun yang
lenyap saban pagi,
Tak sempat kucegat,
Lenyap dan pergi,
Tapi, sejuta rindu
masih terbungkus rapi,
Dalam hati yang selalu
terarah padamu,
Wahai kekasih yang
setulus merpati,
Maukah kamu sedikit
peduli padaku?
Atau hanya
pura-purakah dirimu,
Menjebakku pada
kubangan cinta nan dalam,
Amboi aku berpaling
dari tatapmu,
Lekaskah cinta kita
terlelap diam,
Aku harap kamu sedikit
peka pada malam,
Saat aku kamu bersua di sepanjang jalan!
14/06/2022
Tapi makin hari-hari aku menjadi
sadar, tak berlebih jika kusamakan diri
dengan para rahib yang menemukan kepastian, bahwa aku memang tak pantas
buat wanita yang sepertimu. Kamu adalah yang paling baik hati yang kukenal.
Istimewa dimata siapa pun yang mengenalmu. Dikagumi semua yang berkisah
denganmu. Sedang aku, hanyalah lelaki biasa yang pandai bercerita di atas kertas
bersama pena yang tintanya hampir habis. Aku tak mungkin bisa membahagiakan
dirimu, sebab kita sama sekali tak serasi untuk bersanding. Malahan pernah
bertemu denganmu saja aku merasa tak pantas. Aku lebih pantas mencintaimu dari
jauh dan memelukmu dalam doa-doa demi bahagiamu bukan agar kau bersamaku. Ah! Siapakah
diri ini sehingga berkesempatan memegang wajahmu pun memelukmu dalam heningnya
malam?
Sejatinya,
aku adalah manusia
yang mau ini itu,
seolah-olah takdir
adalah makanan cepat saji,
yang dihidangkan tanpa
tungku api,
Sejatinya,
aku adalah makhluk
bumi yang paling genit,
merayu Tuhan bak
seorang paling suci,
sejatinya, dan seterusnya dan sebagainya...
*duniaentah_keanehan_kebahagiaan_..
Semuanya
berlalu. Kini aku menjalani hidup sebagaimana orang lain menghadapinya.
Bergerak dari idealis ke realis, dari nyaman ke mau diganggu. Menjadi biasa
sebisa dan sebiasanya. Aku tak berharap apa-apa. Selain menjadi pagi yang
meniadakan malam juga memberi kesegaran pada dunia dengan embun yang
menyisahkan sejuk basah pada dedaunan, aku juga akan menjadi senja yang layak
untuk dikenang banyak orang. Bukan mau dipuji. Hanya aku mau nisanku lebih
berharga agar sakit hati yang pernah kualami tak kubawa samai mati dan menjadi
penghuni surga yang paling murung. Aku mau menjadi penghuni surga yang paling
bahagia dari pada para malaikat sebab meninggalkan beribu kisah indah laiknya
senja yang pernah aku dan kamu kagumi bersama pada hati orang-orang yang pernah
kupeluk dengan kasih.
“Mencintai tanpa
harus memiliki adalah kata akhir yang menjadi penutup dari kisah cinta yang tak
seindah skenario Romeo & Juliet. Kata-kata yang sama menjadi tanda
keikhlasan bahwa kita meninggalkan seseorang bukan karena tak mencintainya
tetapi karena takut membuatnya semakin menjauh karena memang kita bukan sosok
yang pantas buat dirinya. Yang pasti, seperti yang kusadari setelah ke sekian
kalinya terluka, seseorang meninggalkan kita karena sebuah alasan. Entah apa.
Kadang itu diceritakannya secara pasti dan terbuka. Lainnya hanya diam, tak
membalas pesan, atau sekadar bilang: ia, hm, atau paling menyakitkan
emoticon-emoticon yang bisa saja dipilih begitu saja tanpa kesesuaian antara
hati dan jari yang menyentuh juga mengirimnya. Tapi semua itu tidak apa-apa.
Apakah kepergian seseorang merenggut pula hidupnmu. Aku pernah berpikir untuk
menjauh dan melarikan diri hingga tak lagi berpapasan dengan seseorang yang
pernah kita cintai tapi meninggalkan kita dengan alasan yang dapat diterima
meski tetap sulit. Namun, aku sadar, takdir akan mempertemukan kita yang apa
yang baik. Bagi orang percaya seperti diriku: Tuhan akan mempertemukanku dengan
siapa ia mau; bagi yang tidak percaya: Yang tertinggi akan menuntun mereka pada
hati yang tepat!”
No comments:
Post a Comment