Iklan

Hewan Ternak dan Ilusi Kota Sempurna

Thursday, 22 September 2022 | September 22, 2022 WIB Last Updated 2022-09-22T08:38:54Z

 

Hewan Ternak dan Ilusi Kota SempurnaHewan Ternak dan Ilusi Kota Sempurna

Oleh: Sil Joni*

Inspirasiindo.com-Sangat membanggakan ketika membaca berita tentang sikap kritis fraksi PDIP Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) terhadap fakta pemeliharaan hewan (ternak) di kota Labuan Bajo. Dalam membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Pemukiman Kumuh Tahun 2022 dengan tegas fraksi PDIP meminta pemerintah  melarang warga untuk memelihara ternak di pemukiman yang padat penduduknya.

Sayang, dalam tanggapan terhadap Ranperda itu, fraksi PDIP tidak menyorot lebih jauh soal urgensi larangan memelihara hewan ternak ditinjau dari perspektif estetika kota, kenyamanan warga, dan reputasi Labuan Bajo sebagai kota wisata super premium. Bukan rahasia lagi jika masalah hewan peliharaan yang berkeliaran dalam kota, telah mendapat atensi serius dari para pembuat kebijakan. Tetapi, sampai detik ini, isu itu belum ditangani secara optimal.

Baca: Refleksi TentangKesempurnaan Kasih

Selain itu, tidak dijelaskan secara detail terkait dengan 'dampak negatif' ketika warga 'memelihara hewan' di area yang padat penduduknya. Fraksi PDIP hanya menyinggung isu polusi sebagai argumentasi pokok mengapa mereka mesti meminta pemerintah untuk melarang warga 'memelihara hewan ternak tersebut'. Masalahnya adalah apakah semua jenis hewan ternak itu menimbulkan 'pencemaran' dan mengganggu kesehatan warga? Apakah kucing atau burung merpati bisa menghadirkan 'polusi' bagi warga? Jenis hewan apa dan dalam jumlah berapa yang masuk dalam kategori sumber polusi itu?

Saya berpikir, masalah utama kita sebetulnya, bukan soal tempat untuk memelihara hewan, tetapi 'tanggung jawab' untuk tidak membiarkan hewan itu berkeliaran dalam kota. Hewan piaraan yang berkeliaran itu, selain menodai estetika kota, juga berpotensi mengganggu kenyamanan warga serta bisa menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas.

Meski Labuan Bajo sudah berstatus kota wisata super premium, tetapi isu ternak liar, masih menjadi salah satu luka politik yang belum mendapat pengobatan yang tepat. Luka politik lain yang barang kali jauh lebih parah adalah masalah sampah, infrastruktur jalan yang masih buruk, isu kelangkaan air minum bersih, kualitas pendidikan yang jeblok, kemiskinan, tingkat kesenjangan yang kian lebar, dan sebagainya.

Baca: Paskah Sebagai LiturgiKehidupan Umat Kristiani

Tetapi, tampaknya pelbagai problem politik itu, seolah tenggelam di tengah deru mesin pembangunan dalam bidang pariwisata saat ini. Secara sepintas, wajah kota Labuan Bajo terlihat begitu memesona. Pemerintah pusat (Pempus) seakan-akan berhasil 'menyulap' postur kota ini menjadi lebih elok dan menyembuhkan aneka 'borok politik' yang sekian lama bercokol dalam tubuh kota ini.

Tidak heran jika Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo (Jokowi), dalam kunjungan terakhirnya ke  Labuan Bajo, Kamis (21/7/2022) begitu 'terpukau' dengan penampilan kota ini. Sesaat setelah tiba di Labuan Bajo, presiden langsung meninjau dan meresmikan Bandara Udara Komodo. Seperti biasa, dalam ritual 'peresmian' itu, sang presiden membawakan pidato yang menurut saya, menarik untuk didiskusikan.

Sambutan Jokowi itu dibuka dengan satu pertanyaan retoris: "Apa sih yang masih kurang dari Labuan Bajo"? Pertanyaan itu sepertinya dijawab secara afirmatif oleh presiden sendiri dalam penjelasan berikutnya.

Betapa tidak. Di mata Jokowi, Labuan Bajo ini nyaris komplit. Beliau membentangkan sederetan perubahan kota ini setelah mendapat sentuhan pembangunan dari Pemerintah Pusat (Pempus). "Jalan sudah diperlebar dan diperpanjang. Kemudian, pelabuhan sudah dipindah ke lokasi yang lebih luas dan nyaman. Lalu, tempat-tempat wisata juga sudah dipercantik", ungkap Jokowi.

Selain itu, kesempurnaan Labuan Bajo, demikian Jokowi, berdasarkan sumber daya alam dan budaya di daerah ini. Labuan Bajo dianugerahi potensi budaya yang eksotis, lanskap panorama alam yang cantik, pantai yang seksi, dan tentu saja Biawak Purba Komodo yang hanya ada di Manggarai Barat, yaitu di Pulau Komodo, Pulau Padar dan Pulau Rinca.

Dengan hasil potret semacam itu, Jokowi begitu yakin bahwa kerja-kerja Pempus selama ini sudah membuahkan hasil dan tidak sia-sia. Labuan Bajo semakin seksi dan rupawan. Tidak heran, siapa pun yang datang ke kota ini, termasuk presiden, pasti berdecak kagum menyaksikan keindahan alamiah dan kecantikan hasil kreativitas Pempus dari sosok kota wisata berkelas super premium ini.

Memang secara sepintas, kekaguman dan pujian Jokowi itu, mempunyai basis pijakan yang kuat. Labuan Bajo jika dipotret dari 'langit', memang tampak mengalami lompatan kemajuan yang signifikan. Tampilannya sudah mendekati bahkan setara dengan kota-kota modern lainnya di kawasan Indonesia Barat. Tidak berlebihan jika dikatakan Labuan Bajo merupakan satu-satunya kota di Flores yang 'paling memikat' saat ini.

Pertanyaan kritisnya adalah benarkah Labuan Bajo saat ini sudah 'sempurna', tidak ada lagi sisi minusnya? Saya kira, untuk memastikan obyektivitas kebenaran dari kondisi faktual kota ini, Jokowi mesti bertolak ke bagian yang lebih dalam lagi. Pembangunan infrastruktur publik di sejumlah titik dalam kota tidak dengan sendirinya 'melenyapkan' sisi kurang dari kota ini.

Baca: Saverius Banskoan Cs danImpian Desa Model di Boleng

Kemajuan sebuah kota tidak diukur dari seberapa banyak 'pembangunan fisik' yang lebih banyak digunakan untuk melayani kepentingan kapitalis, tetapi seberapa sukses pemerintah 'menekan dan mengatasi' pelbagai penyakit politik yang mendera kota itu. Ketika isu sampah, hewan ternak yang berkeliaran, air minum bersih, infrastruktur jalan yang buruk, penataan kota yang masih norak, maka rasanya kota itu tidak bisa dikategorikan sebagai 'kota maju' yang tidak ada lagi sisi kurangnya.

Labuan Bajo, de facto, masih jauh dari predikat sebagai 'kota sempurna'. Masih terlalu banyak sisi minus yang perlu mendapat intervensi politik ekstra dari para pengambil kebijakan. Semoga pemerintah semakin 'melek politik' dalam membaca dan merespons situasi aktual dari kota ini.

*Penulis adalah warga Mabar. Tinggal di Watu Langkas.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Hewan Ternak dan Ilusi Kota Sempurna

No comments:

Post a Comment

Trending Now

Iklan