Iklan

Mencintaimu Terus (III)!

Catatan Kecil Sang Musafir
Sunday, 4 September 2022 | September 04, 2022 WIB Last Updated 2022-09-14T10:26:48Z

 

Mencintaimu Terus (III)!

Sumber Gambar: https://www.popbela.com/relationship/dating/anisya-fitrianti/hal-yang-bikin-pria-kehilangan-wanita

III

Waktu bergulir begitu cepat. Ia tak memberiku kesempatan untuk mengulang kembali apa yang terjadi kemarin, hari ini, dan bahkan saat jemariku menulis tentang aku, kamu, dan kegelisahan hati yang tiada pernah berhenti. Atas nama waktu, aku hanya mampu menyusun kembali kepingan kenangan yang telah kulalui bersamamu. Hanya saja, satu hal yang berbeda: Aku tak akan berhenti mencintaimu! Sekuasa apapun waktu tak akan memudarkan rasaku yang begitu dalam atasmu. Aku mencintaimu melampaui waktu.

***

            Dunia keseharianku tak lagi istimewa dimata sebagaian orang yang tak setuju dengan keputusan yang telah kutetapkan dalam nama kebebasan. Aku tak mau peduli meski bukan bermaksud masa bodoh. Aku hanya menemukan kebahagiaan dalam dan atas apa yang kini kujalani. Menjadi orang ‘biasa’ dengan segala kebiasaannya: suka cita, gelisah, was-was di akhir bulan, dan seterusnya-selanjutnya! Hanya, satu hal yang membuatku tak pernah merasa benar-benar bahagia, yakni keputusanmu untuk pergi. Aku tahu ini sulit. Kamu merasa tersudutkan karena aku yang ‘egois’. Di atas segalanya, aku selalu mencintaimu. Memelukmu dalam setiap doa taatkala aku menjumpai Tuhan yang keberadaannya dipertanyakan begitu banyak orang namun kupercayai dengan teguh: Tuhan ada dan dipihakku!

Berada diposisi ini memang serba susah. Mencintai tanpa dicintai, merindu tanpa dirindukan, bertahan tanpa ada harapan; entahlah akhirnya akan seperti apa. Mungkin akan berakhir teragis seperti kisah-kisah klasik manakala aku kembali ke hadapan Sang Khalik tanpa menggandeng tanganmu. Mungkin juga seperti dongeng-dongeng lampau tentang sepasang kekasih yang kembali bersatu setelah terpisah sekian lamanya. Aku tak tahu mana yang lebih mungkin dari dua skema yang ada. Aku tak punya kuasa apa-apa untuk menentukannya. Aku tak bisa memaksa takdir. Aku juga tak dapat membujuk hatimu untuk memilih diriku. Hanya, cobalah sedikit mendengar celetukan hatimu, mungkin di sana perasaan yang kita bangun tanpa ada awal dan akhir akan kembali muncul dan dirimu sedikit memberi ruang untukku. Sayangnya kesempatan itu tampak mustahil. Kamu terlalu pandai menciptakan jarak meski kita berada dalam genggaman bumi yang sama. Pahit memang, tapi aku telah terbiasa dengan luka. 

Di tengah dilema antara atau mencintaimu dalam diam dan bait-bait puisi pada langit kota ini atau kembali berjuang untuk berada di sisimu yang selalu kukasihi dengan kadar yang sama, September mempertemukan kita. Sebenarnya aku malu menyapamu. Suasana hatiku tak menentu seketika. Tatapanku tak seberani sebelumnya. Tapi atas nama cinta dan dalamnya rasa aku tak mempedulikan diriku sendiri. Aku menyapamu. Spontan menyentuh keningmu. Berharap dirimu mengizinkanku kembali menulis kisah-kisah sederhana bersama. Seperti dulu: menghabiskan kopi hangat sembari memegang erat jemarimu, mengelilingi kota sambil menyanyikan lagu cinta, pun sekadar membaca pesanmu yang selalu kutunggu. Aku yakin tak satupun pujangga yang mampu melukiskan kisah kita!

            Maukah dirimu kembali? Masih ingatkah kamu saat kita berpelukan dalam gelapnya malam? Amboi dirimu sedikit memberi ruang untuk memaafkanku dan kembali berbagi peran dalam melukis serajarah kita berdua, aku pasti dan tanpa menunda-menunda tuk berada dekatmu. Kerinduan ini mungkin terlalu besar. Sebab aku bukanlah apa-apa. Aku hanya pria malang yang menderita karena ditinggalkan oleh sajak-sajakku yang berilian tentang cinta. Tapi, aku yakin. Jika aku sesabar tetesan air yang ingin memecahkan batu atau sesetia bulan yang menemani malam, suatu saat dirimu pasti kembali menerimaku. Aku tak tahu itu kapan. Mungkin saat aku masih berziarah di bumi yang dipenuhi kebohongan, cemoohan, dan ketidakadilan (tanpa meniadakan kebaikan manusia-manusia berhati humanis kendati tak bertuhan sepertiku) maupun saat aku menginjakkan kaki di surga: yang sampai saat ini masih misteri apakah ada atau tidak dan apakah aku diizinkan ke sana sebab aku telah dikatakan berdosa sejak semula kendati telah ‘diberi kepastian’ bahwa aku telah dibebaskan! Ini terlihat seperti mimpi. Tapi aku masih sangat yakin. Aku percaya bahwa dirimu adalah yang paling baik dan mampu menerima aku apa adanya.

Kidung Kerinduan

Seperti rerumputan merindukan

Setetes embun di pagi hari,

Aku terus menantimu kembali.

Jiwaku melayu waktu demi waktu,

Menanti siraman cintamu,

Hatiku gelisah setiap saat,

Menunggu sapaanmu yang dahsyat.

Wahai Yang Tertinggi,

maukah kalian membujuknya?

Malang, 04092022, setelah dihariNya!

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Mencintaimu Terus (III)!

No comments:

Post a Comment

Trending Now

Iklan