Iklan

Memahami Kompleksitas Pengalaman Manusia Pada Zaman Sekarang Dalam Terang Epistemologi Menurut Perspektif Plato

Monday, 27 March 2023 | March 27, 2023 WIB Last Updated 2023-04-18T16:44:01Z

 

Memahami Kompleksitas Pengalaman Manusia Pada Zaman Sekarang Dalam Terang Epistemologi Menurut Perspektif  Plato

Oleh: Marianus Elki Semit

Mahasiswa STFT Widya Sasana Malang

InspirasiINDO.Com.-Pergumulan hidup manusia di setiap relasinya dengan orang lain tidak akan pernah luput dari “kompleksitas pengalaman manusia” itu sendiri dalam memahami dirinya dan liyan sebagaimana yang sering didengungkan oleh Prof. Armada Riyanto. Setiap rentetan peristiwa hidup manusia selalu bertanya-bertanya apa yang ada di luar dari dirinya yang diangap itu sebuah keabsurdan. Pertanyaan itu pun timbul karena perspektif-perspektif manusia yang serba kompleks.

Mengapa manusia mengalami pengalaman yang penuh kompleksitas? Hemat saya itu terjadi karena manusia belum memiliki atau mempunyai wawasan pengetahuan yang luas tentunya ada begitu banyak faktor-faktor salah satunya kurangnya membangun semangat literasi di dalam dirinya. Perspektif Plato terkait kompleksitas pengalaman manusia ini menurut saya sangat kontras sekali yakni doxa, episteme, noesis atau pengetahuan intuitif.

Dalam bukunya Plato membahas tentang masalah pengetahuan, realitas, dan sifat manusia dalam konteks filsafat. Contoh dari jenis pengetahuan ini adalah pengalaman seseorang tentang suatu objek atau situasi berdasarkan penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, atau perasaan. Plato mengatakan kompleksitas pengalaman manusia terdiri dari tiga tingkat pengetahuan. Tingkat pertama adalah opini atau doxa, yang merupakan pengetahuan yang didapat melalui pengamatan sensory atau pandangan umum. Opini tidak bisa diandalkan karena berdasarkan persepsi individu yang mungkin berbeda-beda. Intinya manusia pada dasaranya memiliki argumen-argumennya sendiri dan argumen itu berupa pendapat terkait dengan problema-problema yang terjadi atau sebaliknya. Dalam konteks ini opini itu memiliki sifat individualitas personal manusia itu sendiri, bisa diterima, dibantah oleh siapa saja tanpa harus melarang manusia tersebut untuk menyampaikan opininya.

Baca: Manfaat Madu Manuka Sebagai DoubleAnti dalam MemerangiVirus

Tingkat kedua adalah episteme atau pengetahuan yang benar-benar dapat diandalkan. Episteme didasarkan pada penalaran logis dan intelektual, serta melampaui pengamatan sensory. Ini adalah jenis pengetahuan yang diperoleh melalui filsafat dan matematika. Tingkat kedua ini merupakan sebuah kebenaran yang valid dan dapat diterima oleh akal budi manusia pada umumnya. Si “A” sedang melihat si “B” mencuri HP  milik tetangga rumahnya dan menjual barang hasil curiannya kepada temanya si “A” tersebut. Ilustrasi ini mau mengungkapkan sebuah kebenaran bahwa si “B” mencuri HP miliki tetangga rumahnya karena si “A” melihat dengan matanya sendiri dan kesaksian dari orang lain dalam konteks ini orang ketiga yakni pembeli HP yang dijual oleh si “B”. Inilah sebuah kebenaran sesungguhnya yang dapat diterima oleh akal budi.

Tingkat ketiga adalah pengetahuan tertinggi, yaitu noesis atau pengetahuan intuitif. Noesis adalah pengetahuan yang tidak dapat dijelaskan secara verbal dan hanya dapat dicapai melalui introspeksi dan pengalaman spiritual. Terkait pemikiran ke tiga ini sebetulnya berasal dari konsep pokok dalam filsafat klasik (Anaxagoras). Plato menggunakan istilah ini menunjuk pada pengetahuan tertinggi. Jadi ide itulah menurutnya realitas sesungguhnya yang berada di dalam nous atau akal budi manusia (Bagus, 2002; 726).

Manusia betapa pun usaha sekuat tenaganya untuk mempelajari kompleksitas pengalaman manusia akan pengetahuan bukan merupakan usaha tanpa kesulitan. Menurut Watloly kesulitan pertama ialah bagaimana  mengobjektivitasikan pengetahuan manusia untuk memperoleh dan memahami kodratnya dengan cermat serta mengekspresikannya secara efektif. Kesulitan dipengaruhi oleh suatu realitas apa pun, manusia harus mengambil jarak terhadapnya. Kesulitan-kesulitan ini menurutnya, yakni sikap mengambil jarak terhadap tindakan mengetahui merupakan hal yang sulit. Kedua,  pengetahuan menurutnya semua dapat diketahui apa yang ada di luar dan di dalam objek menjadi nyata. Siapa pun itu dalam mempelajari pengetahuan manusia  yang begitu kompleks tetap saja manusia itu tidak dapat tidak mungkin tidak mengetahui pengetahuan tersebut.

Baca: SilenceNight di Beranda Kapela Santa Maria Parakan

Louis leahy mengatakan bahwa pengetahuan itu bisa mencapai dirinya sendiri karena pengetahuan itu ada, sampai limit tertentu, jernih bagi dirinya sendiri. Pengetahuan dapat mengerti  dirinya sendiri. problematis kompleksitas pengetahuan manusia yang sungguh sangat sulit ditelaah secara lengkap dan sempurna, utuh dan paripurna oleh budi manusia yang tebatas. Kompleksitas pengetahuan yang terjadi di dalam diri manusia dapat disketsakan melalui subjek-subjek, objek-objek serta indrawi dan intelektif. Artinya bahwa ilmu pengetahuan itu dapat ditelusuri melalui fenomena-fenomena yang dapat dijangkau oleh segenap panca indarawi manusia. Bagi epistemologi, satu-satunya cara ialah mendefinisikan secara universal yang mampu menerangi sesuatu melalui fenomena pengetahuan manusia dalam pergumulan hidupnya sehari-hari. Pengetahuan manusia tersebut menjelaskan dari sudut kemampuan manusia secara subjek.

Manusia mengenal dirinya sendiri dan yang lain sebetulnya terletak pada pengetahuan tersebut. Dalam hal ini sejauh mana akal budi mengerti dan memahami pengetahuan itu sendiri. Dasarnya ialah pengetahuan itu sendiri, manusia harus mampu meguasai pengetahuan tujuannya untuk mengatasai kompleksitas pengalaman manusia di dalam pergumulan hidupnya. Puncaknya ialah episteme itu sendiri karena tanpa episteme manusia bagaikan tabula rasa yang ada hanya sebuah kehampaan. Apa bila manusia mampu mengatasi kompleksitas di dalam dirinya berarti muncullah sebuah kebahagiaan yang mana manusia menemukan titik terakhir pencarian akan dirinya sendiri.

Baca: Akutetap menunggumu (Cerpen Isidorus Sungardi)

Valentinus Saeng seorang dosen filsafat epistemologi telah menggarisbawahi bahwa kebahagiaan itu merupakan pergumulan eksistensial tentang arti dan makna hidup bahagia secara instingtif melekat dalam gen setiap individu alasannya karena ada relasi tak terceraikan dengan pencarian makna hidup itu sendiri. Hemat saya bahwa manusia  semestinya harus memiliki cakrawala berpikir yang luas. Kebahagiaan itu ditemukan apabila manusia mampu mengatasai segala distorsi-distorsi, pertanyaan-pertanyaan dilematis yang menghantui dirinya, dan problema-problema yang terjadi kian berlangsung di dalam hidupnya. Nukleusnya bahwa manusia disini berada pada posisi tuan atas dirinya bagaikan kompas yang menuntun hidup manusia itu sendiri.

Filsafat epistemologi hadir sebagai tameng untuk mencegah kompleksitas paradigma berpikir manusia. Episteme sebuah kebenaran absolut sebagai perkakas menukik lebih dalam dan menusuk sukma hidup manusia. Masih terngiang gagsan pemikiran Plato tentang seni, ia mengatakan bahwa keutamaan seni ialah hidup dengan benar (Satya &Graha: 2015:14).  Konsep-konsep pemikiran Plato ini sungguh sangat membantu memperkembang daya kreatifitas, imajinatif ratio manusia dan bukan hanya mengatasi kompleksitas pengalaman hidup manusia.

Plato sungguh sangat begitu peka terhadap manusia di dunia ini. Ia bukan hanya menulis semua gagasan pemikirannya namun juga ia menyiapkan semua solusi hidup manusia dari segala macam kontroversi-kontroversi, persoalaan-persoalaan yang sering terjadi di setiap rentetan pergumulan hidup manusia. Plato memberikan tawaran kepada dunia khususnya bagi manusia yang mendiami kosmos ini sebagai penguasa kedua dari yang transenden itu sendiri. Tawaran dalam konteks ini untuk mengatasai segala keruwetan cara berpikir manusia, yakni mengejar wisdom and truth atau kebijaksanaan dan kebenaran. Keyakinannya bahwa manusia pada intinya harus mencari eternal and universal knowledge  melalui pemikiran rational dan refleksi diri.

Sungguh menarik bahwa pengalaman hidup manusia dapat menjadi kompleks apabila subjek itu sendiri terjerumus ke dalam dunia fisik yang nota bene limited and variabel.  Kemudian Plato dengan percaya dirinya menjelaskan gagasannya tentang ide. Dunia ide yang eternal dan tetap sebagai solusi dari kompleksitas pengalaman hidup manusia.

Para pemikir ulung awali rupanya mempunyai konsep pemikiran yang tidak beda jauh dengan konsep pemikiran Plato. Ia melihat bahwa sungguh sangat penting bagi manusia untuk mempelajari filsafat dan mencari kebenaran melalui refleksi diri serta berdialog bersama liyan. Moralitas dan karakter yang tangguh pasti mampu membongkar penderitaan, kompleksitas pengalaman hidup kata Paulus Budi Kleden. Kunci membongkar zona kompleksitas pengalaman hidup manusia yakni mengejar apa yang jauh dan tak kelihatan ( di luar nalar manusia di dunia ini).

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Memahami Kompleksitas Pengalaman Manusia Pada Zaman Sekarang Dalam Terang Epistemologi Menurut Perspektif Plato

No comments:

Post a Comment

Trending Now

Iklan