Oleh: Ryan Arnold
Di tempat inilah segala cerita cinta beribu kenangan berlabuh;terpatri dalam hati,bermula. Di suatu senja tak terduga, kala sang bayu senja berdesir sembari membawa pekatnya aroma tubuhnya dan bermiliaran serpihan rindu dalam lubuk hatiku. Aku mencoba mengenang semuanya. Tentang dia dan sejuta cita, yang kini telah membeku dalam buaian sang waktu. Kucoba membalik cerita itu.
****
Disuatu petang, kala itu. Tak sengaja ponselku berdering. Pertanda ada sebuah pesan whatsapp.Sebuah pesan singkat darinya, yang begitu kukagumi.
Yah! kekasihku. Namanya Olivia Anastasya.”Bastian,kamu dimana? kalau kamu tidak punya kesibukan datanglah di bukit senja ada sesuatu yang aku tanyakan kepadamu”. isi pesannya. Tanpa suatu balasan,aku langsung bergegas mengambil jaket ,pemberian dari olivia,saat hari valentine, tahun lalu.
Sesampainya di sana, tak kujumpai seseorang. Yang ada hanyalah kehampaan beradu kebingungan. Dalam hati aku meramu tanya. ”jangan-jangan olivia membohongiku ataukah ini cuman sebuah prank belaka?
Kucoba menerawang mataku setiap titik bukit senja bahkan di bawah sebuah rimbunan pohon amsono,tempat favorit kami duduk sembari aku merebahkan kepalaku diatas ribaannya dan diikuti dengan belaian lembut dari tangan si gadis itu. Aku diam sembari mendengar berharap ada suaranya dibalik desiran angin yang kian mencekam.
Tiba-tiba,aku mendengar suaranya memanggil namaku. Bastian!,aku menoleh kebelakang, ke arah di mana suara itu memanggil. Mataku menangkapnya dengan raut wajah yang berbeda,terpampang pada wajah si gadis mungil itu. Tak seperti hari-hari sebelumnya kali ini, ia berbeda dan sangat amat berbeda. Ia duduk disampingku tanpa sebuah kata sapaan dan tidak ada lagi sentuhan tangannya yang begitu lembut.Dia berbeda hari ini,kataku dalam hati.
”Iya, Bas. Aku lelah dibohongi terus. sahutnya.
“Loh,kenapa kamu begitu,? Seruku membalas.
Ia diam tak menjawab pertanyaanku. Namun yang kulihat hanyalah mata yang menyimpan sebuah masalah, seolah ia ingin berkata namun tak tersampaikan dengan kata. Mungkin akan tersampaikan hanya dengan linangan air mata sebagai isyarat tentang perasaannya yang kini berelegi.
“Bas,kamu jujur saja terhadapku. Aku tak mengapa bila harus menanggung kesendirian ini tanpa sosokmu,bas.aku capek!nada suaranya meninggi, lagi-lagi ia harus menahan derai air matanya.
“aku boleh bertanya,bas?.lanjutnya dengan suara yang kian parau.
“Iya,tanyakan saja oliv! Aku akan jujur terhadapmu, apapun itu. tandasku.
Ia menghela nafas panjang tanpa kata,dengan pelupuk mata menahan derai air mata.“Benarkah kamu ingin masuk biara dan menjadi seorang imam? dan kamu akan meninggalkan aku di sini sendirian? aku sangat merasa heran dari mana ia tau kalau aku berniat menjadi seorang frater? Aku hanya diam dan tertekun. Padahal tak satu pun teman dekatku dan dia tidak tau selain keluargaku. Aku membatin. Kemudian aku kembali memusatkan perhatianku pada pembicaraannya.Tanpa kamu pedulikan semua kisah dan cerita yang telah kita rajut bersama disini?
Ataukah ini hanyalah sebuah alasan agar kamu pergi bersama wanita lain yang lebih kamu sayangi?, matanya penuh tanya seakan menantikan jawaban tuk menenangkan hatinya yang kini dirongrong rasa takut dan cemas . Kamu tak perlu tau dari mana aku tahu niatmu itu. Kemarin Romo Vincent pergi ke rumahku untuk sekadar bertamu. Namun ia dengan begitu lugunya menceritakan para calon frater yang pergi ke Paroki untuk mengurus segala persyaratan untuk dapat diterima di biara. Nama-nama calon frater itu salah satunya adalah kamu,bas”. pungkasnya dengan mata makin berkaca menahan derai kristal bening, yang sebenarnya harus ditumpahkannya dihadapanku.
Akupun diam tak menjawab, berharap alam akan bercerita tentang sepenggal hati yang kini membisu, tak berkata.
“Iya, Liv, Aku sudah membulatkan tekad dan niatku,untuk mengabdi pada-Nya. Jawabku dengan segala risau yang menyelimuti ragaku.
“Apakah kamu benar-benar yakin dengan pilihan itu? Iia bertanya lagi.
Aku tertekun dalam diam. Seolah diam adalah cara yang terbaik, untuk berhenti mengatakan sesuatu yang sulit terucap lewat kata.
“Bas!,jawab pertanyaanku. Aku rela terluka, asalkan ada kepastian yang membuatku tenang,meskipun itu sulit bagiku. Kalau itu adalah keputusan terbaikmu, aku siap menahan segala rasa yang kian hari kian membukit dan bahkan menenggelamkanku di dasar lautan asmara yang dalam, lanjutnya.
“Oliv, entahlah dengan kata apa yang tepat dan bahasa apa tuk kuungkapkan segala niat ini.
memang, bagiku ini adalah pilihan tersulit bagiku. Tapi, aku tak mau menduakan Tuhan yang telah mencintaiku terlebih dahulu dan melebihi segala-galanya. Bahkan,jauh sebelum sang waktu mempertemukan kita di atap di bukit senja ini, Aku terlebih dahulu, dipertemukan dengan cinta dari karya tangan sang Ilahi. jawabku dengan berani.
Kulihat mata hodeed eyes miliknya yang seakan tak bisa membendung segala keperihan,setelah dihujani kata-kataku barusan. Ingin rasanya aku memeluknya sekuat-kuatnya.
Sedang sang bayu berdesir begitu kencang menabrak aku dan Olivia yang sedari tadi diam tak berkata. Kami seolah-olah kehabisan kata, tuk membahasakannya. Bahkan aku marah pada sang bayu yang sedari tadi berdesir kian kemari, seolah memberikan kami petuah di antara dua insan yang sedang terunduk lesuh.
“Bas, aku kini tak tahu bagaimana caranya menghapus tapak-tapakmu,yang telah lama berkelana dalam hatiku. Mungkin, Tuhan begitu adil memanggilmu sebagai seorang pengembara. Tapi ingatlah bas, kalau kelak nanti kita betemu dan sudah dalam dimensi yang berbeda, tolong!, jangan lupakan aku. Aku sangat bangga bila menjadi seorang yang hadir dalam ziarah panggilanmu yang begitu mulia. Bahkan sesudah kepergianmu ini aku akan menjadi seorang penyendiri dan pecandu rindu.
Ketika hangatnya peluk telah berganti menjadi sebuah keheningan beradu bersama dingin yang begitu yang mencekam. Aku akan mencoba menjadi pribadi yang tangguh dan kuat. Meskipun tanpa sosokmu, bas!.
Ketika nanti, ada yang bertanya kepadamu tentangku, maka katakan kepada mereka “aku baik-baik saja”sebab, dalam kata ini tersirat ribuan makna yang masih menjadi menjelma bersama waktu. pintanya sungguh, dengan suara yang kian parau ditambah airmata yang mengaliri keluar dari pelupuk matanya. Dan tak kujumpai kepalsuan dalam tangisnya selain sebuah kata ketulusan.,
“Percayalah, oliv! Ini bukan akhir dari segalanya.kita masih bisa berjumpa ,bertegur sapa dan berbagi kisah yang tak mungkin sama lagi, oliv.
Dengan mata yang kian sayup dan tangan tegap nan perkasa, aku merangkulnya dan menyandarkan kepalanya dalam pelukku. Meski tak lagi sehangat dulu sebab dingin bukit senja telah membekukan hatiku yang dulunya hangat. Lalu, kudekapkan keningnya dan kukecup penuh kasih.
Tanpa kusadari kristal beningku juga mengalir dan berhambur tak berirama. Jatuh tepat diatas rambutnya. Aku memeluknya dengan penuh ketulusan walaupun perpisahan belum terjadi dan sang waktu belum menutup tirai kenangan untukku dan dirinya tuk selalu mengukir cerita dalam nada pilu.
”Oliv. hapus airmatamu, dan tidak boleh ada kata sesal yang membaluti sukmamu. Aku akan kembali lagi dan mungkin dalam tirai yang berbeda. Aku frater dan kamu umatku, ucapku dengan airmata yang terus berhamburan.
“Aku akan siap menerima konsekuensi dari pilihanmu itu. Merindukanmu adalah salah satu tugasku dan caraku tuk sejenak menghapus ribuan rindu dihati ini,bas.; ungkapnya dengan wajah yang terus memerah dan airmata yang tak kuasa berderai.,
“ketika kamu tiba disana, jangan lupa kabari aku walaupun tak banyak kata.”aku baik-baik saja”. Mungkin itu adalah penantianku yang paling berarti, ketika hati terus memanggil dan mencarimu, kamu masih bisa menyisihkan sepenggal berita; lanjutnya lembut dalam nada pinta.
******
Bukit senja,kini menjadi saksi bisu.setelah ruang alamnya dipenuhi suara parau dan isak tangis. Air mataku dan dia,membasahi gersang bukit senja,kala itu.
Dua insan meramu janji nan tulus meskipun hati teriris oleh kenangan silam dan waktu yang akan memisahkannya dalam kata cinta nan abadi.
***
Perih menyelimuti jiwa
berisak dan berikthiar nostalgia yang menggundah
sekali luruh dalam suamnya dekapan peluk,
yang kini terasa begitu sendu
suara merdumu
membalut utuh waktu,
yang tak lagi menyatu, dan
mungkin hanya membatu dalam getiran yang kian gemetar.
Rindu yang kian meruncing dan
hasrat cinta yang membuncah dalam
setiap bilik-bilik rasa yang kian resah,
yang akan mengekalkan berjuta mimpi silam
semuanya masih tentangmu
dan akan abadi tentangmu.
*****,
semoga tetap abadi rindu dan semuanya telah menjelma bersama malam dan waktu. Semoga tak ada lipatan jarak yang tercipta dalam hidup kita. Semoga abadi kasihku. Pintaku pada sang Ilahi berharap ada kehangatan selepas perpisahan ini meski harus menanggung arti kesendirian.
****
Hari berganti hari,bulan merajut cerita berganti tahun.Segala suka duka membeku dalam waktu.11 tahun, aku meninggalkannya dan datang ke Nusa Bunga, mencoba mengadu hidup pada sang Ilahi dalam kebun anggur miliknya. Aku datang sebagai seorang perantau dari negeri seberang, datang bukan untuk mengais rupiah namun menagih janji bahkan menepati janji kepada sang empu-Nya kebun anggur. Hari-hari hidupku berjalan seirama dengan detak jantungku dan hembusan nafasmu. Semua berjalan apa-adanya. Segalanya kujalani tanpa kompromi.
****
Selalu dan senantiasa kuhaturkan doa kepada sang Ilahi untukmu,yang tak pernah berhenti merinduku. Aku mencintaimu tanpa mengenal ruang. Meski jarak terus melipat ruang yang terus membentang di setiap derap langkah, aku disini terus menyulam kata menjadi puisi sebagai pelipur lara. Ingin aku membagi ribuan kisah yang telah kulukiskan disetiap panggilanku ini. ,
Kau tau,aku begitu merindukanmu, disana. Tapi mau tak mau aku harus tetap menahan kerinduan ini untuk kembali bersama tapi aku selalu mengurung dan melawan niat hatiku. Bahkan kala senja datang lagi, hatiku seolah dibaluti sekam yang membakar ruang imajinasiku tuk bernostalgia kembali denganmu di bukit senja. Berat yah, itu adalah konsekuensi dari pilihanku. Apapun itu.
Jika kelak, ada seseorang yang tepat untuk bersamamu,katakanlah kepadanya bahwa aku tak pernah menyakitimu dengan perasaanku sedikitpun walaupun pada akhirnya aku jugalah yang telah membuat tembok penghalang itu, yang membuat susah menembusi atmaku. Yah, aku berharap agar dia, yang akan menjadi pendamping hidupmu jauh lebih baik dariku.Yang tak pernah mengingkari janji, setia dan tidak sepertiku, itulah yang selalu kuharapkan dari Tuhan-ku untukmu, meskipun amat berat.
semoga tetap menjadi pasangan yang abadi,yah.
Aku selalu mengharapkan yang terbaik darimu.Meski terlampau susah dan berat”
***
Seminggu lagi, hari yang kutunggu-tunggu. Yah, aku akan ditahbiskan menjadi seorang imam pada Serikat Panggilan Ilahi. Mendengar kabar yang membahagiakan itu, aku membuka aplikasi Whatsapp dan coba menyampaikan kabar gembira ini kepada-Nya. Dengan nada gembira aku mengutarakan kabar itu kepadanya dan aku berharap dia akan bahagia bila mendengar berita itu dariku.
Hallo!, sapaku.
“iya, ini dengan siapa yah? Maaf soalnya nomor baru, balasnya.
“iya, aku Bastian, mantan pacar kamu, sapaku penuh bahagia.
“iya, bastian! Apa kabar kamu? Lama tidak mendengar kabar darimu, tanyanya penuh kebahagiaan.
“aku baik-baik saja di sini, dan ada satu hal yang ingin aku katakan kepadamu tentangku.
“ iya, katakan saja bas!”
“ seminggu lagi aku akan dita......” belum usia kuutarakan kabar bahagia itu, kudengar ada seorang pria dengan suara gegap perkasa seolah-olah dekatnya seraya bertanya.
‘’ siapa itu?”
“ temanku, balasnya”
ketika mendengar ada pria yang bertanya aku langsung menutup telfonnya. Kemudian beberapa menit kemudian, ia kembali menelponku,, dengan sedikit gelisah aku kembali menutup telfon darinya. Aku kemudian teringat, mungkin itu suaminya Oliv, karena mama pernah bilang beberapa bulan lalu, ketika aku masih berada paroki tempat aku ditugaskan sebagai Diakon kalau oliv akan dilamar seorang pria abdi negara, gumamku dalam hatiku.
Tanpa banyak pikir panjang, aku kemudian berjanji pada diriku untuk tidak lagi menghubunginya. Sebab ini adalah konsekuensi dari pilihanku. Aku sendiri yang mau memilih jalan panggilan ini, maka aku juga yang harus ikhlas melepasnya bersama orang lain.
“Semoga pria itu, mampu menjaga dan memahami sikapnya serta bertindak tidak kasar kepada Oliv. Karena dia wanita cengeng yang mudah menangis. “Aku menggerutu dalam batin.
“Oliv, dengan segala bahagia yang tiada taranya, kuikhlaskanmu bersama orang lain. Dengan rindu yang tak pernah selesai dan cinta yang enggan pergi. Aku mencintaimu sebagai umatku dan aku gembalamu. Tuhan memberkati Suka-duka perjalanan bahtera rumah tanggamu berdua.
Amin!,
No comments:
Post a Comment