Iklan

Puisi-puisi Hugo Gian

Monday, 16 December 2024 | December 16, 2024 WIB Last Updated 2024-12-17T02:11:29Z

 


Puisi Oleh : Hugo Gian

Petani Kopi Tanah Amungsa

Manusia sebrang pulau Papua
Datang menyusur lembut reluk hijaunya lembah
Dihantar daun – daun mungil cemara
Meracik simpul hubungan mesra beraroma

Pemilik tanah Amungsa
Pada lembah Tsinga dan Hoya
Menjabat erat Coffea Arabica
Seraya meracak nasib baru mereka

Pada tanah titipan Tuhan
Akar kopi menyatu dengan pembuluh nadiku


Pada rembesan sinar di sela daun cemara
Kopi ku hidupi seraya kopi menghidupiku

Pada murninya alam khatulistiwa
Daun cemara bersalam cantik dengan rekahan bunga

Pada ciptaan – ciptaan Nya
Amungme dengan kopinya
Aku berdoa
Buah kopiku menjadi merah penuh berdaya

Dan Seattle, Helsinki, Oslo,
Roma, Amsterdam, Tembagapura
Menjadi hangat bersisa ampas
Papua tak hanya emas


Bicara Ke Mama; Apa – Apa Yang Kita Bisa

Mama, kebun keladi dapat longsor lagi
Perempuan Amungme Papua, setelah usai simpan cahaya di noken
Menyimpan air mata di kantungnya kembali
Lapar akan menyambut di bulan Desember

Mama, keladi kita tra bersisa
Bertahan di dingin Desember
Natal menjadi perenungan panjang
Apa yang kan dilakukan di tahun mendatang

Mama, tanam pohon – pohon boleh
Uang seperti maksud – maksud baik, susah diraih
Kecapan di mulut menyambut maksud
Tuan – puan dari luar kampung

Mama, ini namanya kopi
Kopi, apapun bungkusnya juga dari tanaman
Hiaslah kebun keladi dengan tanaman kopi
Cermat cemara menjaga di antara mereka

Mama, kita panen keladi, kopi ikut di belakang
Malam kita bisa berjaga menyeduh kopi pada cita – cita
Sepanjang hari kita pandangi buah – buah merahnya
Seluruh tahun kita terlindung akarnya
Yang menghujam keras berani di tanah ini

Mama, bolehkah sa sekolah?
Sedang cemara menaungi kopi diantara keladi
Uang – uang kopi menghantar proses
Sekolah penerbangan di Jakarta
Anak saya akhirnya jadi pilot


Hiduplah Lalala Raya

Seorang cendekia perang yang berkata
Telah kalah kita di hutan - hutan
Laras kita terlalu panjang
Kita butuh pendanaan
Laras - laras pendek harus kita adakan

Berbalap laju dengan aneka subsidi
Langkah - langkah presisi
Prioritas dalam balut apriori
Negri ini terlunta - lunta
Menanggapi hiruk pikuk bangsanya

Sedang ujung timur memanaskan suasana
Kerlap - kerlip sengketa membaur
Berbalut basah melekat kepentingan
Subur terpupuk mengakar
Letupan api menjadi ladang uang

Atas nama perang, manusia ditanggalkan
Atas nama manusia, Tuhan diadakan
Atas nama Tuhan, negara berkumandang
Atas nama negara, perang diadakan
Di atas kita, gugurlah siapa - siapa dengan tanpa nama


Santap Koin

Seorang anak berlari kencang
Hadirkan kelapa gunung untuk kami
Diuraikanlah sehingga terburai
Kami makan serupa kuaci

Sambil anak cerita belajarnya di sekolah
Ini dan itu disantapnya, dilahapnya
Dua orang Bapak datang
Dia muntahkan kelapa gunung dari noken

Koin nale, tuo!
Kelapa gunung ini anak, makan!
Tergelak - gelak kita tertawa
Betapa sunyi kampung kita

Mama lagi datang bawa noken
Keluarlah koin yang meletup - letup
Ambil satu biji, gertakkan di gigi
Cara makan seperti biji bunga matahari

Nyam nyam nyam nyam
Haha hihi hehe hoho
Awan awan dan langit
Angin aaaa angin

Pulanglah aku ke kota bertemu keluarga
Kembali ke bandara
Orang berjualan koin, mari kemari
Sebagai obat rindu, niatan beli jadi ada

"Satu tumpuk ini berapa?"
"Lima puluh ribu"
"Satu genggam kecil begini?"
"Iya, itu lima puluh ribu"

Ooooo bunyiku di mulut
Lima puluh ribu ku simpan
Lebih baik jadi tambahan
Beli tiket penerbangan sebentar

Di kampung sana
Terciumlah kehangatan santap koin
Bersama - sama
Bersama - sama

Koin yang gratis dengan bonus renyah tawa

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Puisi-puisi Hugo Gian

No comments:

Post a Comment

Trending Now

Iklan