Penulis: Sary Dafrossa
Tentang Aku dan Malam
Aku tak ingin merangkai malam
Karena aku tahu kau menyukainya
Kau goreskan itu tiap rasa menyapa
Menghadirkan lara yang nyata
Aku tak ingin merangkai malam
Mengingatkan aku akan nestapa
Yang kau hadirkan dalam kata
Aku tak ingin merangkai malam
Ada luka yang kian menganga
Izinkan aku bersandar di bahumu
Agar redam laraku.
Rangkul aku seketika
Agar nestapa berganti suka
Hingga kering air mataku
Hening, iya hening
Itu yang mendekap
Meresap makin dalam
Jauh ke dalam
Melahap setiap inci bisikan
Bersama dengan kepergianmu
05 Juni 2024
Hujan Menari di Malam Januari
Aku tertegun diantara dingin dan rindu
Letihku tak lagi tertatih
Saat kau menjamuku dengan guraumu
Perihku melirih Ketika kau melambai
Menyambut malam-malamku yang aku sebut
Dengan lorong rindu
Tak perlu aku jabarkan betapa peranmu aku nanti di keheningan
Yang gelap
Kasih, sebuah bilik yang cukup pelik untuk aku papar,
Namun sedemikian enggan untuk punah dari ruang pikirku
Kasih, logika dimensi waktu tak akan mampu untuk aku
Jamah. Namun, ramah sapa yang aku kenang.
April Sendu
Pada putaran April kali ini,
Seharusnya kulukis warna indah dalam notulen hidupku.
Namun, nyatanya semesta remukan asa yang kubingkai rapi dengan cinta dan arsiran setia.
Dalam sendiri mengeja pilu;
Merenda kesunyian di tapal batas waktu.
Cengkraman itu tak sekokoh dulu,
Kini luruh seiring rasa kian membeku.
Adakah gerbang hatimu kan terbuka untuk maafku April menyenandungkan lembayung sendu
Serupa rintihan kalbu,
Saat kau cambuk ketulusan melebur menjelama abu
Ku tikam sisa lara
Hinggah sirnah lara
Januari Bersamamu
Banyak nyanyian ingin kudengarkan di separuh Januari ini.
Tentang hujan, ketabahan, bahkan bahagia kecil yang disembunyikan.
Rinai yang jatuh dari daun ke daun,
Dari julang batang menuju tanah rendah,
Semua sampai di telingaku serupa denting harpa
Petikan para dewa .
Ku nikmati gigil Januari bersama kuyupnya.
Membawa ingatan, perihal takdir yang menghujani
Tubuh kita, lantas membasuhnya dengan banyak doa.
Memutuskan menetap di hatimu ialah pilihan
paling benar, sebab dari waktu ke waktu,
dari tawa ke tawa, bahkan dari luka ke luka,
kita serupa pengembara cinta yang kekal
hantaman cuaca.
Pada separuh Januari ini, hanya satu yang ingin kulebihkan.
Mensyukurimu lebih banyak lagi, mencintaimu lebih banyak lagi.
Hujan di Bulan Mei
Ku baitkan lagi kata-kata di pagi hari yang sedang termenung di
Sendu, tentang rasa rindu yang tak mampu terhapus oleh waktu.
Waktu musim telah berganti,
Namun masih saja mengenangmu menjadi candu.
Kerap membawa pikiranku menziarahi kisah masa lalu.
Sesekali bayangmu menyapa lalu meninggalkan jejak pada sebuah sajak,
Menghadirkan Kembali rasa sesak dari sesal kita yang kini telah
Jauh berjarak.
Dan sungguh diammu adalah Bahasa yang paling dingin,
Dari sekadar gigilnya hujan di pertengahan Mei.
Twilight
Kukabarkan pada langit tua,
betapa kau menjelma lanskap mambang kuning yang selalu aku suka—sepanjang pandang, di perjalanan menghitung mundur sisa umur.
Sulur cahaya beranjak menuju langit barat.
Sudut cakrawala menyulap diri menjadi warna garib menutup hari.
Kau menjelma keajaiban itu, mewujud pecah sinar, kupunguti menjadi sajak-sajak cinta.
Terima kasih pada hatimu,
yang terlatih tertatih menempuh jauh menuju aku—demi rekah bahagia tumbuh di dadaku.
Katamu, "cinta adalah pintu menuju sketsa nirwana yang diarsir di depan mata."
Barangkali, ketika petang menjemput datang, kecemasan akan muncul bergantian.
Perihal jarak, rindu, atau janji-janji yang menunggu ingkar. Kusemogakan kau memilih rebah pada benar yang
tegar.
No comments:
Post a Comment