(Jeritan Hati Keluarga Korban Human Trafficking)
Oleh: Afri Ampur
Hati ini merasa bahagia ketika mendengar berita bahwa Paus Fransiskus akan mengunjungi Indonesia. Meskipun aku belum pernah bertemu dengan Paus Fransiskus, tapi aku merasa sangat dekat dengan Bapak Suci. Aku mengenal Bapak Suci melalui pemberitaan media sosial dan juga melalui ajaran-ajarannya. Bapak Suci sangat menjunjung tinggi kemanusiaan. Kepribadian Bapa Suci yang sangat manusiawi itu meruntuhkan semua tembok pembatas. Kepribadian Bapak Suci diibaratkan bunga yang harum semerbak sampai ke kampungku, di pelosok Timur Indonesia.
Baca juga: Ternyata Semua Orang Bisa Menulis! Ini alasannya.
Bapa Suci, aku adalah anak muda dari Provinsi Nusa Tenggara Timur. Nusa Tenggara Timur Merupakan salah satu provinsi yang ada di bagian Timur Indonesia. Panggilan untuk hidup membiara merupakan suatu yang bertumbuh subur di daerah ini. Di sisi lain, Provinsi Nusa Tenggara Timur juga merupakan lahan subur terjadinya kasus human trafficking (perdagangan manusia). Pemerintah Indonesia, Gereja Katolik dan organisasi kemanusiaan telah melakukan berbagai macam upaya untuk menangani persoalan ini. Tetapi, persoalan ini selalu menggerogoti kehidupan masyarakat Nusa Tenggara Timur. Begitu banyak saudara kami menjadi korban eksploitasi dan kekerasan yang sangat mengerikan.
Bapa Suci, setiap tahun daerah kami menerima kiriman mayat saudara kami yang bekerja di luar daerah. Mereka memberanikan diri keluar dari daerah NTT untuk memperbaiki taraf hidup yang digerogoti oleh kemiskinan. Tetapi, kemalangan menghampiri mereka. Mereka pulang dalam keadaan kaku (meninggal). Dalam keheningan malam, aku bertanya kepada Tuhan, “Tuhan kenapa perdagangan manusia bertumbuh subur di daerahku?.” Di sisi lain, daerahku merupakah daerah yang paling subur untuk hidup membiara. Kedua hal ini diibaratkan gandum dan ilalang yang bertumbuh secara bersamaan (Matius 13:24-30). Tuhan menaburkan benih panggilan menjadi imam dan suster di Nusa Tenggara Timur. Ketika Masyarakat NTT tertidur, musuh menaburkan benih perdagangan manusia yang sangat mengerikan.
Baca juga: Kebahagiaan: Aktivitas Mengejar Kebahagiaan
Kunjungan Bapa Suci Paus Fransiskus merupakan jawaban dari doa kami selama ini. Bapa merupakan “Penuai” yang akan mencabut ilalang (perdagangan manusia) dari bumi Nusa Tenggara Timur. Bapa Suci, kami meyakini Anda adalah malaikat yang dikirim Tuhan untuk kami. Tolong, serukanlah keadilan dan perlindungan bagi korban perdagangan manusia di NTT. Bantulah kami mempengaruhi pemerintah Indonesia untuk memperkuat penegakan hukum serta meningkatkan upaya pencegahan, perlindungan serta pemulihan bagi korban. Kami percaya, melalui Bapa Suci, suara kami terdengar lebih lantang di tingkat nasional maupun internasional. Kami sangat mengharapkan, kunjungan Bapak Suci menjadi titik tolak dalam melawan penjualan manusia di Indonesia khususnya di daerah kami.
Begitu banyak Masyarakat kami ditipu oleh oknum-oknum dengan janji-janji palsu. Mereka diiming-iming gaji yang besar. Keadaan ekonomi yang digerogoti oleh kemiskinan dan tingkat pendidikan rendah membuat mereka mudah diperdaya oleh oknum-oknum yang tidak manusiawi. Kami telah menyaksikan begitu banyak peristiwa perdagangan manusia di daerah kami. Berikut ini merupakan beberapa contoh dari ribuan kasus perdagangan manusia di Nusa Tenggara Timur.
Salah satu korban perdagangan manusia adalah Meriance Kabu. Ia dibujuk oleh dua orang oknum untuk menjadi pekerja rumah tangga non-prosedural di Malaysia. Kedua laki-laki ini mengaku berasal dari persekutuan doa. Meriance dan keluarga menyambut mereka sebagaimana layaknya utusan Tuhan yang akan membebaskan mereka dari jurang kemiskinan.
Baca juga: Kebebasan Berpendapat Di Era Digital
“Mereka bilang Roh Kudus berbisik dan menyebut nama saya untuk pergi kerja di Malaysia. Saya ini orang desa, tidak berpendidikan dan hidup dalam kemiskinan, tidak tahu apa-apa, dan percaya dengan omongan mereka” cerita Meriance. Meriance meninggalkan keempat anaknya yang masih kecil dan juga suaminya yang bekerja sebagai tukang batu. Pada tanggal 11 April 2014, ibu empat anak ini meninggalkan kampung halamannya dan terbang ke Malaysia.
Meriance mengalami siksaan yang menyebabkan luka-luka selama delapan bulan bekerja di Malaysia. Bibirnya mengalami luka permanen. Meriance membutuhkan waktu yang panjang untuk mengobati trauma dera masa lalu. “Saya merantau untuk membantu keluarga yang sangat kurang. Tetapi, saya tidak membawa pulang uang, melainkan membawa pulang luka dan trauma mendalam. Saya delapan bulan berada di neraka” jelas Ibu empat anak ini.
Hal yang tidak kalah kejam dialami oleh Yodimus Moan Kaka atau yang akrab disapa Jodi (40). Jodi merupakan warga Desa Hoder, Kecamatan Waigete-Kabupaten Sikka. Bapak empat anak ini merantau ke Kalimantan untuk mengubah nasib yang digerogoti oleh kemiskinan. Pada tanggal 12 Maret 2024, Jodi direkrut oleh dua orang calo. Jodi dan anaknya diiming-iming kerja bagus selama di Kalimantan. Selain itu, perjalanan mereka ke Kalimantan juga dibiayai oleh perusahan. Peristiwa malang menghampiri Jodi. Selama dua minggu di Kalimantan, mereka tinggal di tempat yang tidak layak huni. Selain itu, mereka juga diberi makan dan minum yang sangat tidak layak. Hal ini membuat Jodi jatuh sakit lalu meninggal dunia.
Kabar ini merupakan suatu yang sangat memilukan hati Ibu Maria (istri Jodi) dan semua keluarga di Kabupaten Sikka. Kepedihan hati ibu empat anak ini tidak berhenti di situ, dia dan keluarga meratap sang suami dari jauh. Keadaan ekonomi yang sangat sulit, membuat jenasah Jodi dimakamkan di Kalimantan.
Bapa Suci, kedua contoh di atas merupakan hanya sebagian kecil dari banyak kasus yang terjadi di Nusa Tengara Timur. Keluargaku mengalami hal yang serupa. Beberapa tahun yang lalu, pamanku pulang dari Malaysia dalam keadaan kaku (meninggal). Keluargaku dikejutkan oleh organ tubuh yang hilang. Berita ini tidak diekspos oleh media. Selain itu, saudari sepupu aku pulang dari Malaysia dalam keadaan gangguan jiwa. Aku melaporkan kedua peristiwa ini kepada Salib Tuhan Yesus yang ada di kamar. “Tuhan, organ tubuh pamanku tertinggal di Malaysia. Otak saudari sepupuku juga tertinggal di Malaysia” kataku kepada Tuhan Yesus kala itu. Aku mengira bahwa Tuhan tidak menjawab pertanyaanku. Kini, aku menyadari bahwa kunjungan Bapak Suci merupakan jawaban dari doaku dan doa seluruh keluarga korban human trafficking.
Baca juga: Upaya Indonesia Dalam Menjaga Kedaulatan Negara Menghadapi Konflik Di Laut China Selatan
Perdagangan manusia merupakan bentuk perbudakan di jaman modern dan sudah mengakar di NTT. Persoalan ini menjadi kompleks karena lemahnya penegakan hukum, kemiskinan, dan rendahnya pendidikan masyarakat. Kemiskinan membuat masyarakat NTT merelakan anggota keluarga merantau ke luar daerah. Mereka dengan mudah mempercayai janji-janji palsu dari oknum yang tidak bertanggung jawab. Mereka tidak menyadari anggota keluarga mereka terjerumus dalam industri yang mengerikan.
Kunjungan Bapa Suci membawa semangat baru bagi kami untuk melawan segala bentuk perbudakan modern. Kami mohon, Bapak Suci menjadi suara yang lantang bagi kami untuk menyuarakan jeritan hati korban human trafficking ke dunia. Bapa, selamat datang di bumi Indonesia. Bumi kami ditumbuhi gandum dan ilalang secara bersamaan. Kami mohon, Bapak Suci mencabut ilalang (perdagangan manusia) dari bumi Nusa Tenggara Timur.
No comments:
Post a Comment